Rabu, 18 Februari 2015

METODE IBNU MAJAH DALAM MENYUSUN, MERIWAYATKAN, DAN MENILAI HADITS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Melirik kebelakang, terlihat dengan jelas kemegahan Islam masa lalu. Salah satu pembentuk kemegahan tersebut adalah semarak kajian Hadits yang dilakukan oleh para ulama. Hadits yang diyakini sebagai sumber Islam kedua setelah al-Qur’an menumbuhkan minat para pembelajar untuk mengkaji Hadits. Salah satu pengkaji Hadits pada zaman kemegahan Islam adalah Imam Ibnu Majah. Beliau adalah termasuk kategori ulama muhaditsin mutaqadimin. Beliau terkenal dengan karya monumentalnya yaitu kitab Sunan Ibnu Majah.
Melalui karya-karyanya khususnya kitab Sunann-nya tersebut para ulama setelahnya berusaha menulusuri metode apa yang digunakan oleh Ibnu majah. Diantara metode yang di telusuri adalah metodenya dalam penyusunan kitab, metodenya dalam meriwayatkan hadits dan metodenya dalam menilai hadits.
Diantara metode-metode tersebut akan kami paparkan dalam makalah ini. Adapun dalam memaparkan metode tersebut kami mengutip hasil penelitian ulama dan juga sedikit menyimpulkan secara analisis terhadap materi yang ada.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi Ibnu Majah ?
2.      Apa saja karya-karya ibnu Majah ?
3.      Bagaimana Manhaj Ibnu Majah dalam menyusun, meriwayatkan dan menilai hadits ?

C.    Tujuan Pambahasan
1.      Mengetahui biografi Ibnu Majah
2.      Mengetahui karya-karya Ibnu Majah
3.      Memahami manhaj yang digunakan oleh Ibnu Majah dalam menyusun, meriwayatkan, dan menilai hadits.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Ibnu Majah
Nama lengkap Ibnu Majah adalah Abu’Abdillah bin yazid Ibn majah ar-Rab’I al-Qazwini. Beliau dilahirkan di Qazwin salah satu kota di Iran, pada tahun 207 H. (824). Ibn Majah adalah nama nenek moyangnya yang juga berasal dari Qazwin.[1]
Ibnu Majah hidup pada masa pemerintahan dinasti Abasiyah yakni pada masa khalifah al-Makmun (198 H/813 M) sampai akhir pemerintahan al-Muqtadir (295 H/ 908 M). jadi beliau termasuk ulama mutaqadimin yang hidup pada abad ke-3. Pada masa itu sering disebut dengan zaman keemasan dimana terjadi adanya pembukuan hadits besar-besaran.[2]
Sebagaimana para muhadditsin dalam mencari hadits-hadits memerlukan perantauan ilmiyah, maka beliaupun sejak umur 15 tahun menekuni belajar hadits pada guru yang  bernama ‘Ali Muhammad al-Tanafasi (w 233H.) dan ketika beliau berumur 21 tahun beliau mulai berkeliling ke beberapa negara untuk menemui dan berguru pada ulama’ hadits.[3] Beliau telah membuat perjalanan ke Bashrah, Baghdad, Syam, Mesir, dan Hijaz untuk mencari hadits.[4]
Di daerah-daerah tersebut, Imam Ibnu majah bertemu dengan para ulama hadits yang akhirnya menjadi gurunya. Diantaranya adalah Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numair, Hisyam bin ‘Ammar, Ahmad bin al-Azhar, dan Bisyr bin Adan.
Imam ibn Majah tergolong ulama’ besar dan di akui keilmuannya. Abu Ya’la al-Khalili al-Qazwini mengakui keilmuan imam ibn Majah dengan berkata;  “Ibnu Majah adalah orang yang dapat di percaya dan di sepakati kejujurannya serta setiap pendapatnya dapat di jadikan pegangan. Beliau juga seorang ulama’ yang mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal hadits.”
Sebagai ulama’ besar beliau punya murid yang tidak sedikit. Diantara murid-muridnya tersebut adalah, Muhammad bin Isa al-Abhari, Abu Hasan al-Qattan, sulaiman bin Yazid al-Qazwini, Ibnu Sibawaih, dan Ishak bin Muhammad.[5]
Ibnu majjah wafat dalam usia 74 tahun, tepatnya pada hari Selasa taggal 22 Ramadhan tahun 273 H.[6]

B.     Karya-Karya Ibnu Majjah
Tidak kurang dari 32 karya ilmiyah yang telah ditelorkan oleh Ibnu Majah. Adapun diantara 23 tersebut yang masyhur diantaranya adalah:
1.      Tafsir al-Qur’an al-Karim
2.      Al-Tarikh
3.      Al-Fiqh dan al-Sunnah
Karya pertamanya tentang tafsir al-Qur’an memang tidak populer di kalangan kita dan kemungkinan besar karya-karya besar beliau yang berkaitan dengan tafsir sudah hilang dan tidak sampai pada kita karena masih berbentuk manuskrip. Sedangkan karya beliau yang berkenaan dengan Tarikh kemungkinan besar masih dapat dijumpai karena ada kitab tentang Tarikh yang dinisbatkan pada Ibnu Majah yakni Tarikh al-Khulafa’. Adapun karya Ibnu Majah secara spesifik yang membahas masalah fiqh dapat dilihat dalam hadits-hadits yang dihimpun dalam karya monumentalnya yang sampai sekarang ada di tangan kita, Sunan Ibnu Majah.[7]
Selanjutnya kitab Hadits Sunan Ibnu Majah ini banyak diperhatikan oleh para ulama’. Itu terbukti dari adanya beberapa ulama’ yang mensyarahi kitab tersebut, diantaranya adalah:
1.      Al-Muglata’i dalam kitabnya al-‘ilam bi sunanih alaihi al-salam (w.726 H.)
2.      Al-Kamaluddin ibnu Musa al-Darimi (w.808 H.) dalam kitabnya Syarah Sunan ibn Majah
3.      Jalal al-Din al-Syuyuti, Syarah al-Zujajah bi Syarh ibn Majah (w.911 H.)
4.      Ibrahim ibn Muhammad al-Halabi dalam kitabnya Syarah kitab ibn Majah
5.      Muhammab ibn Abd al-Hadi al-Sindi dengan kitabnya Syarah sunan ibn Majah (w. 1138 H.)[8]
6.      Imam Sirajuddin ‘Umar bin Ali al-Mulaqqan.[9]

C.    Manhaj Ibnu Majjah
1.      Manhaj dalam menyusun kitab hadits
Sudah barang tentu, Ibnu Majah sebagai pengarang mempunyai metode dalam menghimpun hadits-haditsnya. Hal tersebut tidak diketahui dengan mudah ketika para ulama membaca kitab Sunan Ibnu Majah karena tidak ada pendeskripsian oleh Ibnu majah sendiri terkait metode yang beliau gunakan. Oleh karena itu ulama’ berijtihad untuk menemukan metode yang digunakan Ibnu Majah dalam menghimpun hadits-haditsnya. Ulama’ menduga bahwa kitab hadits yang dikarang Ibnu Majah disusun berdasarkan masalah hukum. Dari situlah kitab ini disebut dengan kitab Sunan. Disamping itu, ia memasukkan masalah-masalah lain seperti zuhud, tafsir dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya lihat sistematika Kitab Sunan Ibnu Majah berikut ini:

NO
NAMA KITAB
JUZ
HLM
NO
NAMA KITAB
JUZ
HLM

Al-Muqadimah
I
3
19
Al-Itq
II
840
1
Al-Taharah
I
9
20
Al-Hudud
II
847
2
Al-Salat
I
219
21
Al-Diyat
II
873
3
Al-azan
I
232
22
Al-Washaya
II
900
4
Al-masjid wa al jamaah
I
234
23
Al-Faraid
II
908
5
Al-Iqamah
I
264
24
Al-Jihad
II
920
6
Al-Janaiz
I
461
25
Al-Manasik
II
962
7
Al-Siyam
I
525
26
Al-Azahi
II
1043
8
Al-Zakat
I
565
27
Al-Zabaih
II
1056
9
Al-Nikah
I
592
28
Al-Sayd
II
1068
10
Al-Thalaq
I
650
29
Al-At’imah
II
1083
11
Al-Kafarat
I
676
30
Al-Asyribah
II
1119
12
Al-Tijarat
II
723
31
Al-Tib
II
1137
13
Al-Ahkam
II
774
32
Al-Libas
II
1176
14
Al-Hat
II
795
33
Al-Adab
II
1206
15
Al-Shadaqah
II
799
34
Al-Du’a
II
1258
16
Al-Zuhud
II
815
35
Ta’bir al-Ru’y
II
1258
17
Al-Suf’ah
II
833
36
a-Fitan
II
1290
18
Al-Luqatah
II
836
37
Al-Zuhud
II
1373

2.      Manhaj dalam meriwayatkan hadits
Dalam Sunannya, Ibnu Majah Kadang-kadang memasukkan hadits mursal yaitu dengan tidak menyebutkan periwayat tingkat pertama, sahabat. Hadits semacam ini disebut kurang dari 20 hadits. disamping itu hadits-hadits yang dimasukkan juga tidak semuanya shahih dan hasan. Di dalam kitab tersebut juga terdapat hadits-hadits yang bernilai da’if, munkar, batil,dan bahkan maudlu’. Terkait memasukkannya hadits-hadits yang bermasalah tersebut Ibnu Majah tidak menjelaskan sebab-sebabnya.
Dari segi Rijal al-Hadits, ibnu majah termasuk golongan ulama yang mempermudah memasukkan rijal al-Hadits.[10] Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh pendusta dan periwayat yang banyak ditinggalkan seperti, Amr bin Subh, Muhammad bin Said al-Maslub, Al-Waqidi dan sebagainya cukup banyak dimasukkan dalam kitab Sunan-nya. Selain itu Ibnu Majah juga memasukkan hadits-hadits yang tidak dimasukkan dalam kitab lain yang dikarang oleh, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi dan al-Nasa’i.[11]
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam meriwayatkan hadits Ibnu Majjah tergolong ulama yang Mutasahil.
3.      Manhaj dalam menilai hadits
Terkait kriteria-krteria penilaian hadits fersi Ibnu Majah, sampai dituliskannya makalah ini kami belum menemukan referensi yang membahasnya secara pasti. Akan tetapi kami mencoba menerangkan tetang apakah Ibnu Majah termasuk pengikut jejak Imam Bukhari dan Imam Muslim atau bukan.
M.Agus Sholahudin dan Agus Suryadi dalam buku Ulumul Hadits-nya menerangkan bahwa, sesudah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, bermunculan Imam lain yang mengikuti jejak[12] Bukhari dan Muslim, diantaranya Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan An-Nasa’i. Mereka menyusun kitab-kitab hadits yang dikenal dengan Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, dan Sunan an-Nasa’i. kitab-kitab itu kemudian dikenal di kalangan masyarakat dengan judul al-Ushul al-Khamsyah.[13]
Dengan demikian, ada indikasi Ibnu Majah secara manhaj tidak mengguru kepada Bukhari[14] dan Muslim. Dalam biografinyapun tidak ada penjelasan bahwa Ibnu Majah Berguru pada mereka.
Akan tetapi dengan pertimbangan sejarah, itu bisa disanggah dengan Selang umur mereka yang tidak jauh[15] dan juga  kota tempat-tempat Ibnu Majah belajar ada kesamaan dengan tempat-tmpat yang pernah dikunjungi Bukhari.[16] Dari situ meskipun tidak bertemu langsung minimal metode yang digunakan antara mereka ada kesamaan karena mereka sama-sama membahas hadits dalam waktu yang sama pula.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Abu’Abdillah bin yazid Ibn majah ar-Rab’I al-Qazwini, lahir pada tahun 207 H/824 M. Beliau termasuk ulama’ mutaqadimin. Semenjah umur 15 tahun beliau menekuni belajar hadits pada banyak guru. Beliau juga memiliki banyak murid sehingga banyak ulama yang memuji kridebelitasnya. Beliau wafat pada taggal 22 Ramadhan tahun 273 H dalam usia 74 tahun.
2.      Diantara karya-karya beliau yang mashur adalah, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Al-Tarikh, Al-Fiqh dan al-Sunnah, diantara tiga karya tersebut yang asih bisa kia jangkau adalah kita al-Tarikh dan al-Fqh dan al-Sunah. Sedangkan yang dimaksud kitab al-Fiqh dan al-Sunah ­adalah kitab hadits monumentalnya yaitu kitab Sunan Ibnu Majah.
3.      Ibnu Majah dalam menyusun kitab haditsnya menggunakan metode hukum. Sedang dalam meriwayatkan hadits Ibnu Majah tergolong ulama yang mutasahil. Adapun terkait manhaj penilaian hadits, Ibnu Majah ada indikasi berbeda dengan Bukhari dan Muslim karena dalam biografinya Ibnu Majah tidak berguru secara muwajahah dengan mereka.

B.     Saran
Dengan dituliskannya makalah ini kami berharap:
1.      Pembaca memahami materi yang tersaji.
2.      Pembaca bertanya terkait materi yang belum dapat dipahami
3.      Pembaca berkenan mengkritik materi yang kiranya ada kejanggalan
4.      Pembaca berkenan berdiskusi bersama untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan terkait materi ini
5.      Pembaca berkenan mendalami materi ini lebih lanjut.


DAFTAR PUSTAKA

Solahuddin, M. Agus. Agus Suyadi. Ulumul Hadits. cetakan ke 1. Bandung: Pustaka Setia. 2009
Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Kalijaga. Studi Kitab Hadits. Yogyakarta: TH Press, 2009
Soetari, Endang. Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah. Mimbar Pustaka. 2008
Ash Shiddiqy, Hasbi. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits. Jakarta: Bulan Bintang. 1988
Khumaidi, Irham,  Ilmu Hadits Untyuk Pemula, Jakarta : Artha Rivera. 
Suryadilaga , M. Alfatih. Ulumul Hadits. Teras. 2010
Rahman, Fatchur. Ikhtishar Mushthalahul Hadits. Bandung: al-Ma’arif. 1987
Zein Ma’shum, Muhammad. Ulumul Hadits dan Mushthalahul hadits, Jomang: Darul-Hikmah. 2008




[1] M. Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Pustaka setia cetakan ke 1, tahun 2009, h. 246-247
[2] Pada masa ini juga di tandai dengan maraknya hadits palsu yang di sebarkan para zindiq, sehingga para ulama menggunakan parameter tertentu untuk menjaga keautentikan Hadits yang kemudian dikenal dengan Ulum al-hadits.(Lihat: Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadits,(Yogyakarta: TH Press, 2009), h. 161)
[3] Endang Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah, Mimbar Pustaka, cetakan ke 5 februari 2008, h. 291
[4] Hasbi Ash Shiddiqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1988, h.411
[5] Irham Khumaidi,  Ilmu Hadits Untyuk Pemula, Artha Rivera, Jakarta Barat, h. 152
[6] Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadits, Ibid.., h. 160
[7] Kitab Sunan Ibnu majah tersebut merupakan salah satu sunan yang empat. kitab sunan ini memuat 4.341 buah hadits dan 3.002 buah hadits di antaranya terdapat di dalam kutub al-sittah dan 1.339 buah hadits lainnya merupakan hadits yang memang di riwayatkan oleh ibn majah sendiri. (Lihat: M. Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadits Teras, cetakan ke 1 Maret 2010, h. 215) Dalam Kitab hadits ini banyak terdapat hadits dho’if, bahkan tidak sedikit hadits yang munkar.  Dari faktor tersebut, sebagian praktisi hadits tidak memasukkan kitab koleksi hadits ini sebagai salah satu dari kutub al-sittah. Dengan tidak memasukkan sunan ibn majah ke dalam deretan enam kitab pokok, menurut al-Hazami hanya ada lima hadits yang di anggap pokok yang di kenal dengan istilah kutub al-aimmah al-Khamsah. Sebagai ganti dari ibn majah, sebagian ulama’ hadits seperti Abu Hasan Ahmad bin Razin al-Abdari as-Sarqiti (w. 535 H) memasukkan kitab Muwattha’ ke dalam deretan kutub al-sittah, dan tindakan ini di ikuti oleh Abd Sa’adat bin al-Asir al-Jaziri as-Syafi’I (w 606 H). (Lihat: Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul Hadits,Bandung: al-Ma’arif, 1987,  h. 335-336) Al-Hafidz al-Muzzy berpendapat, bahwa hadits-hadits ghorib yang terdapat dalam sunan ini, kebanyakan adalah dho’if. Karena itulah para ulama’ mutaqaddimin memandang, bahwa kitab Muwatha’ Imam Malik menduduki pokok kelima, bukan sunan ibn majah ini. (Lihad: Dosen Tafsir Hadits Fakultas Usuluddin IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Studi Kitab Hadits, Ibid..,h. 164)
[8].Dosen Tafsir Hadits Fakultas Usuluddin IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Studi Kitab Hadits, Teras, cetakan ll, September 2009, h.164
[9] Muhammad Zein Ma’shum, Ulumul Hadits dan Mushthalahul hadits, Darul-Hikmah, cetakan ke 1, tahun 2008, h. 234 

[10]Padahal sebelum zaman Ibnu Majah (abad II) sudah tumbuh Imu Jarh wa ta’dil. (Lihat: M.Agus Sholahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits,Ibid.., h. 41)
[11]Adanya hadits yang tidak terdapat dalam kutub a­l-khamsah tersebut dinilai menjadi keunikan dan kelabihan tersendiri kitab Sunan Ibnu Majah. (Lihat: Dosen Tafsir Hadits Fakultas Usuluddin IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Studi Kitab Hadits, Ibid.., h. 171-172 )
[12] Terkait jejak ini, pada paragraph sebelum paragraf ini dijelaskan tentang penyaringan dan pembedaan hadits-hadits yang sahih, also dan lemah. (Lihat: M.Agus Sholahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits,Ibid.., h.43)
[13] Setelah paragraph ini dilanjutkan keterangan tentang Ibnu Majah menulis kitb Sunan. (Lihat: Ibid.., h. 43)
[14] Berdasarkan penelitian para ulama’ sebuah hadits dapat dikatakan Shahih menurut Imam al-Bukhari bila dalam ersambungan Shanad benar-benar ditandai pertemuan langsung antara guru dan murid atau minimalnya ditandai guru dan murid hidup pada satu masa (Lihat: Dosen Tafsir Hadits Fakultas Usuluddin IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Studi Kitab Hadits,Ibid.., h. 47-48)
[15] Imam Bukhar lahir ada tahun 194 H dan wafat tahun 256 H, Jadi selisih kelahiran mereka 13 tahun dan selisih wafat mereka 17 tahun. Ketika Bukhari wafat, Ibnu Majah berusia 57 tahun. Sedangkan selisih Ibnu majah dengan Imam Muslim adalah 3 tahun. 
[16] Bashrah, Baghdad, Syam, Mesir, dan Hijaz tempat-temat tersebut yang pernah dikunjungi Imam Ibnu Majah, Imam Bukhari, dan Imam muslim (Lihat: Dosen Tafsir Hadits Fakultas Usuluddin IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Studi Kitab Hadits,Ibid..,)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar