BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Melirik
kebelakang, terlihat dengan jelas kemegahan Islam masa lalu. Salah satu
pembentuk kemegahan tersebut adalah semarak kajian Hadits yang dilakukan oleh
para ulama. Hadits yang diyakini sebagai sumber Islam kedua setelah al-Qur’an
menumbuhkan minat para pembelajar untuk mengkaji Hadits. Salah satu pengkaji
Hadits pada zaman kemegahan Islam adalah Imam Ibnu Majah. Beliau adalah
termasuk kategori ulama muhaditsin mutaqadimin. Beliau terkenal dengan
karya monumentalnya yaitu kitab Sunan Ibnu Majah.
Melalui
karya-karyanya khususnya kitab Sunann-nya tersebut para ulama setelahnya
berusaha menulusuri metode apa yang digunakan oleh Ibnu majah. Diantara metode
yang di telusuri adalah metodenya dalam penyusunan kitab, metodenya dalam
meriwayatkan hadits dan metodenya dalam menilai hadits.
Diantara
metode-metode tersebut akan kami paparkan dalam makalah ini. Adapun dalam
memaparkan metode tersebut kami mengutip hasil penelitian ulama dan juga
sedikit menyimpulkan secara analisis terhadap materi yang ada.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi Ibnu Majah ?
2.
Apa saja karya-karya ibnu Majah ?
3.
Bagaimana Manhaj Ibnu Majah dalam menyusun, meriwayatkan dan menilai
hadits ?
C.
Tujuan Pambahasan
1.
Mengetahui biografi Ibnu Majah
2.
Mengetahui karya-karya Ibnu Majah
3.
Memahami manhaj yang digunakan oleh Ibnu Majah dalam menyusun,
meriwayatkan, dan menilai hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ibnu Majah
Nama lengkap Ibnu Majah adalah
Abu’Abdillah bin yazid Ibn majah ar-Rab’I al-Qazwini. Beliau dilahirkan di
Qazwin salah satu kota di Iran, pada tahun 207 H. (824). Ibn Majah adalah nama
nenek moyangnya yang juga berasal dari Qazwin.[1]
Ibnu Majah hidup pada masa pemerintahan
dinasti Abasiyah yakni pada masa khalifah al-Makmun (198 H/813 M) sampai akhir
pemerintahan al-Muqtadir (295 H/ 908 M). jadi beliau termasuk ulama mutaqadimin
yang hidup pada abad ke-3. Pada masa itu sering disebut dengan zaman
keemasan dimana terjadi adanya pembukuan hadits besar-besaran.[2]
Sebagaimana para muhadditsin dalam mencari hadits-hadits
memerlukan perantauan ilmiyah, maka beliaupun sejak umur 15 tahun menekuni
belajar hadits pada guru yang bernama
‘Ali Muhammad al-Tanafasi (w 233H.) dan ketika beliau berumur 21 tahun beliau
mulai berkeliling ke beberapa negara untuk menemui dan berguru pada ulama’
hadits.[3]
Beliau telah membuat perjalanan ke Bashrah, Baghdad, Syam, Mesir, dan Hijaz
untuk mencari hadits.[4]
Di daerah-daerah tersebut, Imam Ibnu majah bertemu dengan
para ulama hadits yang akhirnya menjadi gurunya. Diantaranya adalah Abu Bakar
bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numair, Hisyam bin ‘Ammar, Ahmad bin
al-Azhar, dan Bisyr bin Adan.
Imam ibn Majah tergolong ulama’ besar dan di akui
keilmuannya. Abu Ya’la al-Khalili al-Qazwini mengakui keilmuan imam ibn Majah
dengan berkata; “Ibnu Majah adalah orang
yang dapat di percaya dan di sepakati kejujurannya serta setiap pendapatnya
dapat di jadikan pegangan. Beliau juga seorang ulama’ yang mempunyai
pengetahuan luas dan banyak menghafal hadits.”
Sebagai ulama’ besar beliau punya murid yang tidak
sedikit. Diantara murid-muridnya tersebut adalah, Muhammad bin Isa al-Abhari,
Abu Hasan al-Qattan, sulaiman bin Yazid al-Qazwini, Ibnu Sibawaih, dan Ishak
bin Muhammad.[5]
Ibnu majjah wafat dalam usia 74
tahun, tepatnya pada hari Selasa taggal 22 Ramadhan tahun 273 H.[6]
B.
Karya-Karya Ibnu Majjah
Tidak kurang dari 32 karya ilmiyah yang telah ditelorkan oleh Ibnu
Majah. Adapun diantara 23 tersebut yang masyhur diantaranya adalah:
1.
Tafsir al-Qur’an al-Karim
2.
Al-Tarikh
3.
Al-Fiqh dan al-Sunnah
Karya pertamanya tentang tafsir al-Qur’an memang tidak populer di
kalangan kita dan kemungkinan besar karya-karya besar beliau yang berkaitan
dengan tafsir sudah hilang dan tidak sampai pada kita karena masih berbentuk
manuskrip. Sedangkan karya beliau yang berkenaan dengan Tarikh
kemungkinan besar masih dapat dijumpai karena ada kitab tentang Tarikh
yang dinisbatkan pada Ibnu Majah yakni Tarikh al-Khulafa’. Adapun karya
Ibnu Majah secara spesifik yang membahas masalah fiqh dapat dilihat
dalam hadits-hadits yang dihimpun dalam karya monumentalnya yang sampai
sekarang ada di tangan kita, Sunan Ibnu Majah.[7]
Selanjutnya kitab Hadits Sunan Ibnu Majah ini banyak diperhatikan
oleh para ulama’. Itu terbukti dari adanya beberapa ulama’ yang mensyarahi
kitab tersebut, diantaranya adalah:
1. Al-Muglata’i dalam kitabnya
al-‘ilam bi sunanih alaihi al-salam (w.726 H.)
2. Al-Kamaluddin ibnu Musa al-Darimi
(w.808 H.) dalam kitabnya Syarah Sunan ibn Majah
3. Jalal al-Din al-Syuyuti, Syarah
al-Zujajah bi Syarh ibn Majah (w.911 H.)
4. Ibrahim ibn Muhammad al-Halabi
dalam kitabnya Syarah kitab ibn Majah
5. Muhammab ibn Abd al-Hadi al-Sindi
dengan kitabnya Syarah sunan ibn Majah (w. 1138 H.)[8]
6. Imam Sirajuddin ‘Umar bin Ali
al-Mulaqqan.[9]
C.
Manhaj Ibnu Majjah
1.
Manhaj dalam menyusun kitab hadits
Sudah barang tentu, Ibnu Majah sebagai pengarang mempunyai metode
dalam menghimpun hadits-haditsnya. Hal tersebut tidak diketahui dengan mudah ketika
para ulama membaca kitab Sunan Ibnu Majah karena tidak ada
pendeskripsian oleh Ibnu majah sendiri terkait metode yang beliau gunakan. Oleh
karena itu ulama’ berijtihad untuk menemukan metode yang digunakan Ibnu Majah
dalam menghimpun hadits-haditsnya. Ulama’ menduga bahwa kitab hadits yang
dikarang Ibnu Majah disusun berdasarkan masalah hukum. Dari situlah kitab ini
disebut dengan kitab Sunan. Disamping itu, ia memasukkan masalah-masalah
lain seperti zuhud, tafsir dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya lihat
sistematika Kitab Sunan Ibnu Majah berikut ini:
NO
|
NAMA KITAB
|
JUZ
|
HLM
|
NO
|
NAMA KITAB
|
JUZ
|
HLM
|
|
Al-Muqadimah
|
I
|
3
|
19
|
Al-Itq
|
II
|
840
|
1
|
Al-Taharah
|
I
|
9
|
20
|
Al-Hudud
|
II
|
847
|
2
|
Al-Salat
|
I
|
219
|
21
|
Al-Diyat
|
II
|
873
|
3
|
Al-azan
|
I
|
232
|
22
|
Al-Washaya
|
II
|
900
|
4
|
Al-masjid wa al jamaah
|
I
|
234
|
23
|
Al-Faraid
|
II
|
908
|
5
|
Al-Iqamah
|
I
|
264
|
24
|
Al-Jihad
|
II
|
920
|
6
|
Al-Janaiz
|
I
|
461
|
25
|
Al-Manasik
|
II
|
962
|
7
|
Al-Siyam
|
I
|
525
|
26
|
Al-Azahi
|
II
|
1043
|
8
|
Al-Zakat
|
I
|
565
|
27
|
Al-Zabaih
|
II
|
1056
|
9
|
Al-Nikah
|
I
|
592
|
28
|
Al-Sayd
|
II
|
1068
|
10
|
Al-Thalaq
|
I
|
650
|
29
|
Al-At’imah
|
II
|
1083
|
11
|
Al-Kafarat
|
I
|
676
|
30
|
Al-Asyribah
|
II
|
1119
|
12
|
Al-Tijarat
|
II
|
723
|
31
|
Al-Tib
|
II
|
1137
|
13
|
Al-Ahkam
|
II
|
774
|
32
|
Al-Libas
|
II
|
1176
|
14
|
Al-Hat
|
II
|
795
|
33
|
Al-Adab
|
II
|
1206
|
15
|
Al-Shadaqah
|
II
|
799
|
34
|
Al-Du’a
|
II
|
1258
|
16
|
Al-Zuhud
|
II
|
815
|
35
|
Ta’bir al-Ru’y
|
II
|
1258
|
17
|
Al-Suf’ah
|
II
|
833
|
36
|
a-Fitan
|
II
|
1290
|
18
|
Al-Luqatah
|
II
|
836
|
37
|
Al-Zuhud
|
II
|
1373
|
2.
Manhaj dalam meriwayatkan hadits
Dalam Sunannya, Ibnu Majah Kadang-kadang memasukkan hadits mursal
yaitu dengan tidak menyebutkan periwayat tingkat pertama, sahabat. Hadits
semacam ini disebut kurang dari 20 hadits. disamping itu hadits-hadits yang
dimasukkan juga tidak semuanya shahih dan hasan. Di dalam kitab
tersebut juga terdapat hadits-hadits yang bernilai da’if, munkar, batil,dan
bahkan maudlu’. Terkait memasukkannya hadits-hadits yang bermasalah
tersebut Ibnu Majah tidak menjelaskan sebab-sebabnya.
Dari segi Rijal al-Hadits, ibnu majah termasuk golongan
ulama yang mempermudah memasukkan rijal al-Hadits.[10]
Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh pendusta dan periwayat yang banyak
ditinggalkan seperti, Amr bin Subh, Muhammad bin Said al-Maslub, Al-Waqidi dan
sebagainya cukup banyak dimasukkan dalam kitab Sunan-nya. Selain itu
Ibnu Majah juga memasukkan hadits-hadits yang tidak dimasukkan dalam kitab lain
yang dikarang oleh, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi dan al-Nasa’i.[11]
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
meriwayatkan hadits Ibnu Majjah tergolong ulama yang Mutasahil.
3.
Manhaj dalam menilai hadits
Terkait kriteria-krteria penilaian hadits fersi Ibnu Majah, sampai
dituliskannya makalah ini kami belum menemukan referensi yang membahasnya
secara pasti. Akan tetapi kami mencoba menerangkan tetang apakah Ibnu Majah
termasuk pengikut jejak Imam Bukhari dan Imam Muslim atau bukan.
M.Agus Sholahudin dan Agus Suryadi dalam buku Ulumul Hadits-nya
menerangkan bahwa, sesudah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, bermunculan
Imam lain yang mengikuti jejak[12]
Bukhari dan Muslim, diantaranya Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan An-Nasa’i. Mereka
menyusun kitab-kitab hadits yang dikenal dengan Shahih Bukhari, Shahih
Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, dan Sunan an-Nasa’i.
kitab-kitab itu kemudian dikenal di kalangan masyarakat dengan judul al-Ushul
al-Khamsyah.[13]
Dengan demikian, ada indikasi Ibnu Majah secara manhaj tidak
mengguru kepada Bukhari[14]
dan Muslim. Dalam biografinyapun tidak ada penjelasan bahwa Ibnu Majah Berguru
pada mereka.
Akan tetapi dengan pertimbangan sejarah, itu bisa disanggah dengan
Selang umur mereka yang tidak jauh[15]
dan juga kota tempat-tempat Ibnu Majah
belajar ada kesamaan dengan tempat-tmpat yang pernah dikunjungi Bukhari.[16] Dari
situ meskipun tidak bertemu langsung minimal metode yang digunakan antara
mereka ada kesamaan karena mereka sama-sama membahas hadits dalam waktu yang
sama pula.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Abu’Abdillah bin yazid Ibn majah
ar-Rab’I al-Qazwini, lahir pada tahun 207 H/824 M. Beliau termasuk ulama’ mutaqadimin.
Semenjah umur 15 tahun beliau menekuni belajar hadits pada banyak guru. Beliau
juga memiliki banyak murid sehingga banyak ulama yang memuji kridebelitasnya.
Beliau wafat pada taggal 22 Ramadhan tahun 273 H dalam usia 74 tahun.
2.
Diantara karya-karya beliau yang
mashur adalah, Tafsir
al-Qur’an al-Karim, Al-Tarikh, Al-Fiqh dan al-Sunnah, diantara tiga karya tersebut yang asih bisa
kia jangkau adalah kita al-Tarikh dan al-Fqh dan al-Sunah.
Sedangkan yang dimaksud kitab al-Fiqh dan al-Sunah adalah kitab
hadits monumentalnya yaitu kitab Sunan Ibnu Majah.
3.
Ibnu Majah dalam menyusun kitab haditsnya menggunakan metode hukum.
Sedang dalam meriwayatkan hadits Ibnu Majah tergolong ulama yang mutasahil.
Adapun terkait manhaj penilaian hadits, Ibnu Majah ada indikasi berbeda dengan
Bukhari dan Muslim karena dalam biografinya Ibnu Majah tidak berguru secara
muwajahah dengan mereka.
B.
Saran
Dengan
dituliskannya makalah ini kami berharap:
1.
Pembaca memahami materi yang tersaji.
2.
Pembaca bertanya terkait materi yang belum dapat dipahami
3.
Pembaca berkenan mengkritik materi yang kiranya ada kejanggalan
4.
Pembaca berkenan berdiskusi bersama untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan terkait materi ini
5.
Pembaca berkenan mendalami materi ini lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Solahuddin,
M. Agus. Agus Suyadi. Ulumul Hadits. cetakan ke 1. Bandung: Pustaka
Setia. 2009
Dosen
Tafsir Hadits Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Kalijaga. Studi Kitab Hadits. Yogyakarta:
TH Press, 2009
Soetari,
Endang. Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah. Mimbar Pustaka. 2008
Ash
Shiddiqy, Hasbi. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits. Jakarta: Bulan
Bintang. 1988
Khumaidi,
Irham, Ilmu Hadits Untyuk Pemula, Jakarta
: Artha Rivera.
Suryadilaga , M. Alfatih. Ulumul Hadits. Teras. 2010
Rahman, Fatchur. Ikhtishar Mushthalahul Hadits. Bandung: al-Ma’arif.
1987
Zein
Ma’shum, Muhammad. Ulumul Hadits dan Mushthalahul hadits, Jomang:
Darul-Hikmah. 2008
[1] M. Agus
Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Pustaka setia cetakan ke 1,
tahun 2009, h. 246-247
[2] Pada
masa ini juga di tandai dengan maraknya hadits palsu yang di sebarkan para zindiq,
sehingga para ulama menggunakan parameter tertentu untuk menjaga keautentikan
Hadits yang kemudian dikenal dengan Ulum al-hadits.(Lihat:
Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab
Hadits,(Yogyakarta: TH Press, 2009), h. 161)
[3] Endang
Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah, Mimbar Pustaka, cetakan
ke 5 februari 2008, h. 291
[4] Hasbi
Ash Shiddiqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta: Bulan Bintang,
1988, h.411
[5] Irham
Khumaidi, Ilmu Hadits Untyuk Pemula, Artha
Rivera, Jakarta Barat, h. 152
[6] Dosen
Tafsir Hadits Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadits, Ibid..,
h. 160
[7] Kitab Sunan Ibnu
majah tersebut merupakan salah satu sunan yang empat. kitab sunan ini memuat
4.341 buah hadits dan 3.002 buah hadits di antaranya terdapat di dalam kutub
al-sittah dan 1.339 buah hadits lainnya merupakan hadits yang memang di
riwayatkan oleh ibn majah sendiri. (Lihat: M. Alfatih Suryadilaga, Ulumul
Hadits Teras, cetakan ke 1 Maret 2010, h. 215) Dalam Kitab hadits ini banyak terdapat hadits dho’if,
bahkan tidak sedikit hadits yang munkar.
Dari faktor tersebut, sebagian praktisi hadits tidak memasukkan kitab
koleksi hadits ini sebagai salah satu dari kutub al-sittah. Dengan tidak
memasukkan sunan ibn majah ke dalam deretan enam kitab pokok, menurut al-Hazami
hanya ada lima hadits yang di anggap pokok yang di kenal dengan istilah kutub
al-aimmah al-Khamsah. Sebagai ganti dari ibn majah, sebagian ulama’ hadits
seperti Abu Hasan Ahmad bin Razin al-Abdari as-Sarqiti (w. 535 H) memasukkan
kitab Muwattha’ ke dalam deretan kutub al-sittah, dan tindakan ini di
ikuti oleh Abd Sa’adat bin al-Asir al-Jaziri as-Syafi’I (w 606 H). (Lihat: Fatchur
Rahman, Ikhtishar Mushthalahul Hadits,Bandung: al-Ma’arif,
1987, h. 335-336) Al-Hafidz al-Muzzy berpendapat, bahwa hadits-hadits
ghorib yang terdapat dalam sunan ini, kebanyakan adalah dho’if. Karena itulah
para ulama’ mutaqaddimin memandang, bahwa kitab Muwatha’ Imam Malik menduduki
pokok kelima, bukan sunan ibn majah ini. (Lihad: Dosen Tafsir Hadits
Fakultas Usuluddin IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Studi Kitab Hadits, Ibid..,h. 164)
[8].Dosen
Tafsir Hadits Fakultas Usuluddin IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Studi Kitab
Hadits, Teras, cetakan ll, September 2009, h.164
[9]
Muhammad Zein Ma’shum, Ulumul Hadits dan Mushthalahul hadits, Darul-Hikmah,
cetakan ke 1, tahun 2008, h. 234
[10]Padahal
sebelum zaman Ibnu Majah (abad II) sudah tumbuh Imu Jarh wa ta’dil.
(Lihat: M.Agus Sholahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits,Ibid.., h. 41)
[11]Adanya
hadits yang tidak terdapat dalam kutub al-khamsah tersebut
dinilai menjadi keunikan dan kelabihan tersendiri kitab Sunan Ibnu Majah. (Lihat:
Dosen Tafsir Hadits Fakultas Usuluddin IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Studi
Kitab Hadits, Ibid.., h. 171-172 )
[12] Terkait
jejak ini, pada paragraph sebelum paragraf ini dijelaskan tentang penyaringan
dan pembedaan hadits-hadits yang sahih, also dan lemah. (Lihat: M.Agus
Sholahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits,Ibid.., h.43)
[13] Setelah
paragraph ini dilanjutkan keterangan tentang Ibnu Majah menulis kitb Sunan.
(Lihat: Ibid.., h. 43)
[14] Berdasarkan penelitian para ulama’ sebuah hadits dapat dikatakan Shahih
menurut Imam al-Bukhari bila dalam ersambungan Shanad benar-benar ditandai
pertemuan langsung antara guru dan murid atau minimalnya ditandai guru dan
murid hidup pada satu masa (Lihat: Dosen Tafsir Hadits Fakultas Usuluddin IAIN
Sunan Kalijaga Jogjakarta, Studi Kitab Hadits,Ibid.., h. 47-48)
[15] Imam Bukhar lahir ada tahun 194 H dan wafat tahun 256 H, Jadi
selisih kelahiran mereka 13 tahun dan selisih wafat mereka 17 tahun. Ketika
Bukhari wafat, Ibnu Majah berusia 57 tahun. Sedangkan selisih Ibnu majah dengan
Imam Muslim adalah 3 tahun.
[16] Bashrah, Baghdad, Syam, Mesir, dan
Hijaz tempat-temat tersebut yang pernah dikunjungi Imam Ibnu Majah, Imam Bukhari,
dan Imam muslim (Lihat: Dosen Tafsir Hadits Fakultas Usuluddin IAIN
Sunan Kalijaga Jogjakarta, Studi Kitab Hadits,Ibid..,)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar