Sabtu, 24 Maret 2012

fENOMENA AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latarbelakang
Agama merupakan suatu fenomena yang telah muncul sejak lama dan tidak akan pernah berahir. Hal itu karena agama memiliki kekuatan yang hebat. Kekuatan ini terletak pada keiman masing-masing pemeluknya. Selama orang masih lemah maka manusia akan membutuhkan sesuatu yang sempurna sebagai penolong atas kelemahannya. Sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Selama manusia percaya adanya Tuhan maka Agama akan tetap eksis. Dengan demikian agama adalah fenomena abadi.
Pada akhir-akhir ini eksistensi agama (agama dahulu) seolah mendapatkan rivalnya. Manusia yang dulu bersifat teosentris sekarang mulai berubah menjadi antroposentris. Perubahan sentries pemikiran ini memunculkan warna baru dalam ranah kehidupan. Saat ini kemajuan ilmu pengetahuan (sains) begitu semarak muncul di berbagai belahan dunia. Fenomena ini seolh memunculkan agama baru yaitu agama Sains.
Hubungan agama dan ilmu pengetahuan selanjutnya menuai banyak pandangan. Ada yang mengatakan agama berbeda dengan pengetahuan bahkan bertolak belakang. Ada yang mengatakan agama sejalan dengan pengetahuan karena sebenarnya baik ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan non agama besumbar pada satu muara yaitu Tuhan. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah permasalahan yang muncul pada hubungan agama dan Ilmu pengetahuan, dan akan kami bahas dalam makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi agama dan ilmu pngetahuan (sain) ?
2.      Bagaimana hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama sepanjag sejarah ?
3.      Bagaimana Ilmu pengetahuan menurut Agamawan ?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Mengetahui definisi agama dan Ilmu pengetahuan (sain).
2.      Memahami sejarah hubungan ilmu pengetahuan dan agama.
3.      Memahami Ilmu pengetahuan dalam perspektif Agamawan.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Agama dan Ilmu Pengetahuan
1.      Definisi agama
Sebagaimana pernyataan Harun Nasution yang dikutip oleh Jalaludin dalam Psikologi Agamanya, bawasannya agama adalah:
a.       Pengakuan terhadap adanya hubungan gaib yang harus dipatuhi
b.      Pengakuan terhadap kekuatan gaib yang menguasai manusia.
c.       Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang beradan diluar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
d.      Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menumbulkan cara hidup tertentu.
e.       Suatu sistem tingkah laku (code of conduct), yang berasal dari sesuatu kekuatan gaib.
f.       Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini berasal dari sumber suatu kekuatan gaib.
g.      Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
h.      Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.[1]
Lebih lanjut, Nasution memandang intisari dari arti agama[2] adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dpatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagi kekuatan gaib yang tidak dapat diungkap dengan pancaindra, namun mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.
2.      Definisi Ilmu pengetahuan (Sains)
Dalam pembahasan ini kami menyamakan istilah ilmu pengetahuan dengan Sains. Dari akar bahasanya Kata sains berasal dari bahasa latin ” scientia ” yang berarti pengetahuan. Meenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada tiga pengertian sains yaitu:
a.       Ilmu pengetahuan pada umumnya
b.      Pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dsb (ilmu pengetahuan alam)
c.       pengetahuan sistematis yg diperoleh dr sesuatu observasi, penelitian, dan uji coba yg mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yg sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.[3]
Sains dengan definisi diatas seringkali disebut dengan sains murni, untuk membedakannya dengan sains terapan, yang merupakan aplikasi sains yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
ilmu sains biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu : [4]
a.       Natural sains atau Ilmu pengetahuan Alam, Contohnya Biologi, Kimia, Fisika, dan sebagainya.
b.      Sosial sains atau ilmu pengetahuan sosial, Contohnya, Sosiologi, antropologi, Politik, dan sebagainya.
B.     Sejarah hubungan ilmu pengetahuan dan agama
Untuk melihat hubungan antara agama dan Ilmu pengetahuan secara kronologis dapat dilihat dari hubungan agama dengan filsafat. Dengan fase dimulai dari Yunani Kuno, zaman Gereja, Zaman Islam, zaman kebangkitan Barat (reneisance), dan zaman kemajuan ilmu pengetahuan (Sains).
1.      Zaman Yunani Kuno
Di masa sekarang ini nampaknya sudah jelas perbedaan antara agama dan ilmu pengetahuan. Pada masa dahulu saat agama masih menjadi pusat satu-satunya dari pengetahuan akan sangat susah sekali membedakan antara ilmu dan agama. Pada zaman Yunani kuno di mana seakan dewa-dewa masih berjalan-jalan di bumi, Upacara-upacara masih dilakukan untuk para dewa-dewa kuno tersebut, Ketika  terjadi bencana mereka menisbatkannya pada dewa tertentu. Jika ada kebaikan maka mereka juga menisbatkannya pada dewa yang lain. Misalnya kekalahan atau kemenangan perang pada Ares, petir dan badai pada Zeus, ombak besar dan badai lautan pada Posseidon.[5]
Dalam kondisi pola pemikiran yang seperti itu, ilmu pengetahuan sulit berkembang. Hal ini karena setiap kali memunculkan sesuatu yang baru dan tidak sesuai dengan tradisi yang ada akan dicap kafir oleh masyarakat. Sehingga tidak jarang ada hukuman mati yang dijatuhkan kepada para filosof misalnya pada Anaxagoras, Sokrates dan sebagainya.
Meskipun para Ilmuwan (yang dulu juga filosof) ditentang oleh orang-orang penjaga keimanan Agama, mereka tetap gigih dalam mendayagunakan pikirannya untuk mengungkap rahasia-rahasia yang ada pada Alam. Disini ilmu pengetahuan semakin menguat seiring dengan menguatnya tradisi berfilsafat. kelompok filosof juga mendapatkan pengikut yang banyak. Alexander the Great seorang raja yang pernah menguasai dunia merupakan Murid dari filosof besar Aristoteles.
Dari situ Ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat. Meskipun demikian tidak berarti agama kalah dengan ilmu pengetahuan. Karena kebanyakan filosof masih percaya dengan Tuhan hanya saja mereka menamakan dengan dengan istilah mereka masing-masing seperti Plato yang menyebut Tuhan dengan….. Aristoteles mmenyabut dengan Unmoved mover (penggerak yang tak brgerak).
2.      Zaman Gereja
Pada perkembangan selanjutnya tradisi filsafat yang menumbuhakan ilmu Sains tampak matisuri diatas ranjang agama gereja. Pemusatan pemikiran yang dulu terfokus pada cosmos sekarang berbelok pada ranah teologi dan tunduk pada teks bible. Sehingga tragedy yang terjadi pada zaman Yunani klasik terulang kembali. Para ilmuwan yang berfikir bebas menemukan sesuatu yang berbeda denga doktrin gereja langsung dicap heresy, kafir dan dihukum mati. Misalnya seperti apa yang terjadi pada Copernicus (1473 -1543)[6] dan Galileo Galilei (1564-1642)[7].
3.      Zaman Islam
Sementara itu di dunia Timur sekitar abad 8 dengan semangat ke-Islamannya di lakukan penerjemehan yang besar-besaran terhadap karya-karya Yunani.[8] Dengan penerjemahan ini, para ilmuwan Muslim menemukan tradisi baru dalam menemukan pengetahuan. Sebelumnya tadisi yang digunakan para Ulama Muslim adalah tradisi bayani (tradisi berfikir secara dedugtif). Sedangkan setelah mengenal filsafat Yunan para ulama mengenal tradisi berfikir secara Burhani (berfikir mendalam/Induktif). Dari bertemunya dua tradisi berfikir tersebut para Ulama Muslim menemukan resep baru dalam perkembangan filsafat yang mereka gali sendiri dari filsafat kuno dan dari rahasia-rahasia al-Qur’an.[9] diantara tokoh-tokohnya adalah, al-Kindi, Ibnu Sina, al-Ghazali,  ibnu Rusyd, al-Khawarijmi, dan sebagainya.
Hubungan baik antara ilmu pengetahuan dan Agama yang terjadi di Islam tidaklah terus berkembang seiring zaman. Mulai abad 14 M semangat keilmuan Islam runtuh. Hal ini disebabkan banyak factor salah satunya adalah munculnya pengharaman terhadap filsafat. Ilmu pengetahuan yang lekat dengan tradisi filsafat dengan otomatis tidak berkembang. Pada masa itu pembelajaran tentang keagamaan lebih ditekankan dari pada keilmuan lain. Selain itu, pengaruh sufisme yang keterlaluan membuat umat Islam memandang kehidupan dunia tidak penting yang lebih penting adalah akhirat. Sehingga konsentrasi ubudiyah lebih ditekankan dari pada konsentrasi membangun ilmu pengetahuan yang pada akhirnya akan membawa kemajuan Islam itu sendiri.
4.      Zaman reneisance Barat
Ketika Islam (timur) terninabobokan oleh pengaruh filsafat neoplatonisme (sufisme). Barat malah gencar melakukan kajian filsafat. Pada abad ke-13 dalam lingkungan katolik munculah orang-orang ordo. Mereka adalah sekelompok orang yang kompul dalam sau biara. Dalam biara itu diselenggarakan kajian ilmu dan filsafat, malahan yang tujuannya ada yang khusus mengabdi pada ilmu.[10]
Pada masa itu juga dilakukan penerjemahan. Karya dua tokoh besar Islam yaitu al-Ghazali dan Ibnu Rusyd menjadi sorotan utama mereka. Dikalangan mereka ada yang memilih jalan al-Gazali yang menolak filsaat Aristoteles (artinya lebih kepada neoplatonik). Sedangkan yang lebih banyak dari mereka memilih jalan Ibnu Rusyd yang banyak beriman kepada Aristoteles (lebih membawa filsafat kepada ilmu pengetahuan).[11]
Pada abad 15, Barat mulai kuat memproklamasikan kebangkitannya. Zaman ini sering disebut dengan zaman Reneisance (kebangkitan). Kebangkitan tersebut ditandai dengan adanya upaya-upaya pngembalian tradisi berfikir bebas sebagaimana zaman Yunani Kuno. Proses kebangkitan tersebut terus berlanjut sampai muncul paham filsafat Rasionalisme dan empirisme pada abad 17. Rasionalisme merupakan paham filsafat yang menyatakan bahwa akal adalah aat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut kaum rasionalis suatu pengetahuan diperoeh melalui cara berpikir.[12] Sedangkan Empirisme adalah salah satu aliran (faham) filsafat yang mnekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal.[13]
Munculnya dua aliran filsafat ini sangat mempengaruhi hubungan agama dengan Ilmu pengetahuan. Teks Agama (kitab suci) yang dulu merupakan legitimasi wajib bagi setiap ilmu sekarang mulai memudar. Aliran Rasionalisme menetapkan bahwa sesuatu dianggap benar jika sudah tidak bisa diragukan lagi. Artinya sesuatu tersebut harus jelas menurut akal dan terperinci/ terbeda-bedakan. Sedangkan menurut pandangan kaum empiris sesuatu dianggap benar jika benar-benar nyata dan sesuai dengan realitas. Bahkan kelompok empirisme yang ekstrim samapai berkesimpulan bahwa Tuhan itu tidak ada. Karena dalam realtas indrawi Tuhan tidak bisa dibuktikan. Dari situlah ilmu pengetahuan menjauh bahkan terlepas dari agama.
5.      Zaman Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Hingga kini Barat memisahkan agama dengan Ilmu pengetahuan. Bagi mereka Agama biarlah menjadi sesuatu yang privat bagi setiap individu. Bahkan agama diharamkan memasuki ranah-ranah public (sekularisasi). Pada masa ini muncullah ilmuwan dan filosof yang terang-terangan menolak agama. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya Carles Darwin dengan keyakinan evolusinya, Karl marx dengan filsafat meterialsmenya, Agust Comte dengan positivismenya, dari segi psikolog Sigmund Freud, dan masih banyak yang lainnya.
Adanya sekularisasi di Barat khususnya Eropa semakin membawa agama kepinggiran. Sebagaimana yang di kutib Jalaludin Rahmat dari Gallup Poll melaporkan bahwa lulusan perguruan tinggi menganggap agama kurang penting dibandingkan dengan orang yang tidak masuk perguruan tinggi. Jalaludin juga mengutip pernyataan Hallami yang mengatakan bahwa pada survey yang lebih belakangan 30% diantara dosen menyatakan tidak menganut agama apapun disbanding 5% dari seluruh penduduk.[14] Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi intelektua orang Eropa semakin kuat penolakannya terhadap agama.
Dikalangan ilmuwan barat juga masih ada yang tetap mempertahankan Agama. Salah satunya adalah Ilmuwan fenomenal dunia abad 20 Abert Einstein. Ia memercayai bahwa Tuhan bukanlah modus berpikr teologis melainkan  iman yang menjadi pedoman hidupnya. Keimanannya pada Tuhan sangat mendasari pemikiran ilmiyahnya, dan ada saat yang sama, pandangan agamanya sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmiyahnya. Einstein terkenal dengan pernyataannya “Ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta”.[15]
Di Timur (Islam) pengaruh sekularisasi Barat juga memasuki pemikiran para intelektualnya. Mereka yang mengidamkan kemajuan Ilmu Pengetahuan Barat menyarankan agar Timur juga melakukan sekularisasi. Meskipun demikian pemikiran intelektual yang berpegang teguh pada agama masih kuat menolak  gagasan itu. Dikalangan Islam pada abad 19 muncul para tokoh pembaharu. Salah satunya adalah Muhammad Abduh yang mengumandangkan bahwa Ilmu Pengetahuan dengan Iman (al-Qur’an) tidak mungkn bertentangan.[16] Abduh juga berpandangan bahwa Barat bisa menemukan kemajuannya karena melepaskan Agama sebaliknnya Islam bisa menemukan kejayaannya dengan berpegang teguh pada Agama.
Kelompok Islam yang mengembangkan Ilmu Pengetahuan ini kebanyakan adalah kelompok Islam Rasionalis. Satu bukti nyata pada saat in adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Iran. Di Iran ada kelompok Si’ah yang meneruskan tradisi berfikir rasional Mu’tazilah. Taradisi berfikir seperti ini yang menjadi salah satu factor kemajuan ilmu pengetahuannya. Iran merupakan satu-satunya Negara Islam yang siap menandingi kemajuan peradaban Barat.
C.    Sains dalam perspektif agama
Sains sebagaimana dalam definisi terminology memiliki cakupan sangat luas selalu berkembang dari masa ke masa. Bahkan agama-agama besar dunia juga mengintegrasikan sain dalam kitab sucinya. Integrasi ini dapat diwujudkan berupa dorongan, gambaran sederhana dan bahkan pembacaan kejadian yang akan terjadi pada sain di masa depan. Namun di sisi lain ternyata perkembangan sain justru menjadi lawan agama, karena apa yang dioktrinkan sain cenderung atheis. Berikut ini tinjauan sain dalam lembaran suci agama.
1.      Sains dalam perspektif Bible
Salah satu topik yang hangat diperdebatkan pada zaman modern ini ialah pertanyaan bagaimana kehidupan ada di atas dunia ini. Ada dua pilihan dasar: pertama, melalui proses evolusi yang lambat, kedua alamiah atau melalui perintah Penciptaan versi Alkitab. Namun apa yang disimpulkan dari ilmu pengetahuan tentang teori evolusi modern telah membuat pernyatan penciptaan versi Alkitab semakin tidak populer dan terkesan usang.
Diungkapkan dalam Bibel pada Surat Kejadian, pasal 1 ayat 1 “Pada mulanya, waktu Allah mulai menciptakan alam semesta”, dan 2 bahwa:”Bumi belum berbentuk, dan masih kacau-balau. Samudra yang bergelora, yang menutupi segala sesuatu, diliputi oleh gelap gulita, tetapi kuasa Allah bergerak di atas permukaan air”.  Dari redaksi Bibel ini dapat disimpulkan bahwa Kristen juga mengatakan bahwa Allah adalah sebagai pencipta. Alam ada bukan karena proses evolusi secara alamiyah namun digerakkan oleh Allah sebagai penciptanya.
Ellen White dengan jelas menyangkal bahwa binatang yang ditemukan tertanam dalam fosil menyatakan keberadaan kehidupan binatang jutaan tahun lamanya sebelum pekan penciptaan sebagaimana yang terdapat dalam Alkitab. Sebaliknya, asal mula dari bangkai atau sisa-sisa binatang-binatang ini harus dimengerti sebagai akibat dari Air Bah sebagaimana yang diceritakan dalam Alkitab. Bangkai manusia, binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan dalam tanah, yang adalah fosil, "dianggap sebagai suatu bukti keberadaan atau eksistensi kehidupan tumbuh-tumbuhan dan binatang sebelum masa tulisan-­tulisan Musa. Tetapi mengenai hal-hal ini sejarah Alkitab menyediakan kete­rangan yang cukup banyak. Pada waktu air bah, permukaan bumi telah rusak dan terjadi perubahan-perubahan yang nyata, dan dalam pembentukan kembali kulit bumi telah menyimpan banyak bukti-bukti kehidupan yang ada sebelum air bah itu."[17]
2.      Sains dalam perspektif al-Quran
Al-Quran yang diyakini dan diklaim sebagai sumber hukum tertinggi oleh umat Islam memiliki bermacam-macam isi dan kandungan. Di dalamnya diuraikan secara global tentang tuntunan syariah, sejarah bahkan sain, meskipun secara usia al-Quran telah diwahyukan 14 abad silam. Banyak disebutkan dalam al-Quran dorongan untuk memaksimalkan peran akal, bahkan melakukan rasionalisasi (tafakkur dan tadabbur) kepada ciptaan Tuhan yang tampak oleh indera (ayat-ayat kauniyyah).[18] Karena adanya dorongan untuk berfikir secara rasional inilah yang  pada tahapan selanjutnya akan berkembang dengan menemukan hal-hal yang baru yang lebih modern dari pada penemuan sebelumnya. Apresiasi dan pengakuan ini tidak hanya diungkapkan oleh pakar Islam saja bahkan oleh orang yang bernota bene sebagai penganut faham Marxisme bernama Maksim Rodenson. Ia mengungkapkan dalam karyanya yang berjudul Islam dan Kapitalisme (al-islam wa al-ra’samaliyyah) bahwa meskipun al-Quran merupakan kitab yang disakralkan namun nilai rasionalitasnya menempati posisi tertinggi bila dibandingkan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Bibel).[19] Hal ini terbukti bahwa di dalam al-Quran dalam mengungkapkan sesuatu biasanya dengan menggunakan metode dialektika atau tanya jawab, selain itu al-Quran terkadang langsung mendeskripsikan keterangan secara langsung. Sehingga dari metode inilah rasionalitas akan suatu hal akan dapat dicapai. Maka dapat disimpulkan bahwa al-Quran merupakan kitab yang  sangat teoritis-empiris dalam mengungkapkan ayat-ayat ciptaan-Nya terutama ayat-ayat yang empiris.
Bukti dari pernyataab di atas adalah deskripsi tentang proses penciptaan yang mengkerucut pada proses reproduksi yang dapat diterima akal sehat. Proses penciptaan  manusia sebagaimana diungkapkan dalam QS. al-Thariq ayat 5-7. Dalam ayat tersebut disebutkan tentang proses awal penciptaan manusia, melalui pancaran sperma kemudian bertemu dengan ovum (sel telur) akhirnya terjadilah pembuahan.[20] Keterangan ini sesuai dengan teori ilmu biologi yang mengatakan bahwa makhluk berasal dari sesuatu yang hidup atau yang lazim disebut sebagai teori biogenesis. Selain dalam surat tersebut masih ada lagi surat lain yang menyebutkan keterangan tentang penciptaan makhluk, khususnya manusia.
Kita semuanya tentunya tidak asing dengan teori yang mengungkapkan bahwa manusia merupakan bagian dari salah satu hewan yang ada di dunia ini. Atau dengan kata lain teori ini mengatakan bahwa penciptaan sebagai salah satu pekerjaan Tuhan itu tidak ada. Pada tataran lebih tinggi mereka akan dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan tidak ada atau berideologi atheis. Anggapan ini muncul karena mereka mengira bahwa adanya satu makhluk tertentu merupakan hasil dan sebuah  konsekwensi dari hukum alam yang berjalan secara alami.
Namun teori tersebut dipatahkan sebagaimana diungkapkan dalam karya Harun Yahya dengan analogi yang sangat sederhana. Jika ilmuwan yang sama melewati sebuah jalan datar, dan menemukan tiga buah batu bata bertumpuk rapi, tentunya ia tidak akan pernah menganggap bahwa ketiga batu bata tersebut terbentuk secara kebetulan dan selanjutnya menyusun diri menjadi tumpukan, juga secara kebetulan. Sudah pasti, siapa pun yang membuat pernyataan seperti itu akan dianggap tidak waras. Lalu, bagaimana mungkin mereka yang mampu menilai peristiwa-peristiwa biasa secara rasional, dapat bersikap begitu tidak masuk akal ketika memikirkan keberadaan diri mereka sendiri? Sikap seperti ini tidak mungkin diambil atas nama ilmu pengetahuan.
Dalam ilmu pengetahuan, jika terdapat dua alternatif dengan kemungkinan yang sama mengenai suatu masalah, kita diharuskan mempertimbangkan keduanya. Dan jika kemungkinan salah satu alternatif tersebut jauh lebih kecil, misalnya hanya 1 %, maka tindakan yang rasional dan ilmiah adalah mengambil alternatif lainnya, yang memiliki kemungkinan 99 %, sebagai pilihan yang benar. Mari kita teruskan dengan berpegang pada pedoman ilmiah ini. Terdapat dua pandangan yang dapat dikemukakan tentang bagaimana makhluk hidup muncul di muka bumi. Pandangan pertama menyatakan bahwa semua makhluk hidup diciptakan oleh Allah dalam tatanan yang rumit seperti sekarang ini. Sedangkan pandangan kedua menyatakan bahwa kehidupan terbentuk oleh kebetulankebetulan acak dan di luar kesengajaan. Pandangan terakhir ini adalah pernyataan teori evolusi. Jika kita mengacu kepada data-data ilmiah, misalnya di bidang biologi molekuler, jangankan satu sel hidup, salah satu dari jutaan protein di dalam sel tersebut sangat tidak mungkin muncul secara kebetulan. Jadi pandangan evolusionis tentang kemunculan makhluk hidup memiliki probabilitas nol untuk diterima sebagai kebenaran.
Artinya, pandangan pertama memiliki kemungkinan “100 %” sebagai suatu kebenaran. Jadi, kehidupan telah dimunculkan dengan sengaja, atau dengan kata lain, kehidupan itu "diciptakan". Semua makhluk hidup telah muncul atas kehendak Sang Pencipta yang memiliki kekuatan, kebijaksanaan dan ilmu yang tak tertandingi. Kenyataan ini bukan sekadar masalah keyakinan; ini adalah kesimpulan yang sudah semestinya dicapai melalui kearifan, logika dan ilmu pengetahuan. Dengan begitu, sudah seharusnya ilmuwan "evolusionis" menarik pernyataan mereka dan menerima fakta yang jelas dan telah terbukti. Dengan bersikap sebaliknya, ia telah mengorbankan ilmu pengetahuan demi filsafat, ideologi dan dogma yang diikutinya, dan tidak menjadi seorang ilmuwan sejati. Kemarahan, sikap keras kepala dan prasangka “ilmuwan” ini semakin bertambah setiap kali ia berhadapan dengan kenyataan. Sikapnya dapat dijelaskan dengan satu kata: ”keyakinan”. Tetapi keyakinan tersebut adalah keyakinan takhayul yang buta, karena hanya itulah penjelasan bagi ketidakpeduliannya terhadap fakta-fakta atau kesetiaan seumur hidup kepada skenario tak masuk akal yang ia susun dalam khayalannya sendiri.[21]
Selain apa yang diungkapkan di atas sanggahan juga datang dari filsuf berkebangsaan Arab yaitu al-Kindi. Al-Kindi mengungkapkan bahwa tidak mungkin keanekaan alam wujud ini tanpa ada kesatuan, demikian pula sebaliknya tidak mungkin ada kesatuan tanpa keanekaan alam indrawi atau yang dapat dipandang sebagai indrawi.
Karena dalam wujud semuanya mempunyai persamaan keanekaan (keserbaragaman) dan kesatuan (keseragaman), maka sudah pasti hal ini terjadi karena ada sebab, bukan karena kebetulan; dan sebab ini bukan alam wujud yang mempunyai persamaan dan keserbaragaman dan keseragaman itu sendiri. Jika tidak demikian akan terjadi hubungan sebab akibat yang tidak berkesudahan, dan hal ini tidak mungkin terjadi. Oleh karenanya, Sebab itu adalah diluar wujud itu sendiri, eksistensinya lebih tinggi, lebih mulia, dan lebih dulu adanya. Sebab ini tidak lain adalah Tuhan. Mengenai dalil “keteraturan alam” wujud sebagai bukti adanya Tuhan, Al-Kindi mengatakan bahwa keteraturan alam indrawi tidak mungkin terjadi kecuali dengan adanya Zat yang tidak terlihat, dan Zat yang tidak terlihat itu tidak mungkin diketahui adanya kecuali dengan adanya keteraturan dan bekas-bekas yang menunjukkan ada-Nya yang terdapat dalam alam ini. Argument demikian ini disebut argument teleologik yang pernah juga digunakan Aristoteles, tetapi juga bisa diperoleh dari ayat-ayat Al-Qur’an.Tentang sifat-sifat tuhan, Al-Kindi berpendirian seperti golongan Mu’tazilah yang menonjolkan ke-Esa-an sebagai satu-satunya sifat Tuhan.[22]
Selain dalam al-Quran, Rasul Muhammad SAW juga melakukan lompatan-lompatan yang rasional sehingga mencetuskan ilmu dan meted yang baru. Misalnya saat pengembangan kota Madinah Rasul SAW memerintahkan untuk melakukan sensus jumlah warga yang telah masuk Islam. Apa yang dilakukan Rasul SAW ini bertujuan untuk mendapatkan data yang akurat yang kini kita kenal dengan ilmu statistika. Selain itu Islam tidak pernah melarang umatnya untuk melakukan inivasi bahkan memunculkan penemuan dan teknologi baru. Contoh sederhana usulan Salman al-Farisi yang berinisiatif membuat parit mengelilingi Madinah. Apa yang diusulkan Salman ini adalah hal yang pernah diterapkan di negaranya Persia (Iran).
Dari adanya dorongan untuk mengekplorasi akal dan fikiran demi kemajuan peradaban masih segar dalam ingatan kita tentang keberadaan firqah Mu’tazilah. Kelompok ini merupakan satu-satunya kelompok dalam Islam yang mendudukkan akal pada posisi puncak. Bahkan mereka menta’wil teks suci (al-Quran) bila memang bertentangan dengan akal dan rasio. Pemikiran dan keberanian berfikir sebagaimana yang dimiliki kalangan Mu’tazilah ini diwarisi oleh orang-orang Syiah di Iran pada pada saat ini. Hal ini terbukti bahwa Iran mampu mengembangkan sains dan teknologi pada satu sisi dan tetap berpegang teguh pada madzhab teologisnya (Syiah).
Sebagaimana dilaporkan IRNA mengutip kantor berita Austria (APA), perusahaan Kanada, Science Metrix semejak 30 tahun terakhir ini melakukan analisa terhadap aktifitas para ilmuan dunia. Hasil dari analisa ini menyimpulkan bahwa prestasi keilmuan Iran mengalami peningkatan signifikan dalam tempo paling singkat.
Laporan penelitian ini juga menunjukkan bahwa saham para ilmuan dan peneliti Iran di bidang riset kimia, kimia-nuklir, fisika, energi nuklir, dan lainnya selama tiga dekade terakhir 250 kali lebih cepat dari rata-rata tingkat pertumbuhan dunia. Laporan tersebut menambahkan, Iran merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di kalangan dunia Islam, memiliki 16 persen cadangan gas dunia, dan eksportir minyak terbesar keempat.[23]




BAB III
PENUTUB

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bawasannya:
1.      Pada hakikatnya pengertian agama menurut Harun Nasution adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dpatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagi kekuatan gaib yang tidak dapat diungkap dengan pancaindra, namun mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Adapun pengertian Sain secara umum adalah pengetahuan sistematis yg diperoleh dr sesuatu observasi, penelitian, dan uji coba yg mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yg sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.
2.      Sejarah hubungan agama dan Ilmu pengetahuan sebenarnya hanya berbolak balik. Pada awalnya orang-orang memandang Agama adalah sumber legislasi kebenaran ilmu yang mutlak. Sehingga segala ilmu harus tunduk pada agama. Hal tersebut juga yang terjadi pada sejarah ilmu dan Gereja. Sedangkan dikalangan Islam awalnya menmandang ada hubungan yang selaras antara ilmu dan agama, akan tetapi semenjak diharamkannya filsafat, Islam cenderung menjauhi Ilmu pengetahuan. Saat ini, dimana Ilmu pengetahuan mengalami kejayaannya. Dikalangan Islam ada usaha-usaha lagi menyelaraskan agama dengan ilmu. Sedangkan di kalangan Barat cenderung memisahkan agama dari Ilmu pengetahuan.
3.      Sains dalam posisi bagaimanapun merupakan sesuatu yang urgen. Sehingga agama memberikan memotifasi kepada pemeluknya untuk selalu mencari dan memajukan sains. Di sisi lain ternyata sains yang kian maju dan berkembang menjadi musuh dari agama. Hal ini disebabkan karena sain yang telah maju cenderung menafikan keberadaan sang Pencipta. Para saintis memilih untuk mengatakan sesuatu terjadi karena ada sebabnya. Dalam Islam khusunya sebagaimana tersuratkan dalam al-Quran selalu memotifasi pemeluknya untuk selalu menjadi orang yang menguasai sain dengan tanpa meninggalkan doktrin murni agamanya. Dalam Bibel pun juga disarikan sain, namun tidak selengkap al-Quran.
B.     Saran
Dengan dituliskannya makalah ini kami berharap:
1.      Pembaca membaca dan memahami materi yang disajikan
2.      Pembaca berkenan mengkritik hal-hal yang dianggap kurang tepat.
3.      Pembaca berkenan berdiskusi tentang materi ini.




DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. 2008
M Saeed Shaikh. Studies in Muslim Philosophi. Delhi: Shah Offset Printer. 1994
Teguh. Pengantar Filsafat Umum. Surabaya: Elkaf. 2005
Atang Abdul Hakim. Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum Dari mitologi Sampai Teofilosofi. Bandung: CV Pustaka Setia. 2008.
Jalaludin Rakhmat. Psikologi Agama. Bandung: Mizan. 2004.
M. Qurays Shihab, “Kata Pengantar I”, dalam buku, Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh. Jakarta: Paramadina. 2002
Yusuf Qardhawi. al-Din fi Ashr al-Ilm. Yaman: Dar al-Furqan. 1996
Imam Syafii. Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam Al-Quran. Yogyakarta: UII Press. 2000
Dikutip dari karya Harun Yahya, Keruntuhan Teori Evolusi, (dipublish oleh Harun Yahya Internasional, 2004), yang diakses dari www.harunyahya.com/indo.
Mustofa. Filsafat Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia. 1997
_____, Definisi Sains, http://sains4kidz.wordpress.com/2009/07/19/definisi-sains/ diakses tanggal 6 Januari 2012, pukul 21:20.
_____, Copernicus dimakamkan ulang sebagai pahlawan 31 Mei 2010 14:16, diakses tgl, 6 januari 2012 Pukul 22:15 WIB)
_____, Galileo Gailei, http://teguhsasmitosdp1.wordpress.com/txt/e/g/fisikawan-dunia/galileo-galilei/ diakses pada tgl, 6 Jnuari 2012 pukul 22: 05 WIB).
____, Penciptaan Menurut Alkitab karya Randall W. Younker yang diakses pada 10 Desember 2012 dari http://dianweb.org/Doktrin/PENCIPTAAN.HTM,


[1] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004).., h. 12
[2] Harun Nasuton merunut pengertian agama dari asal kata, yaitu al-Din, religi dan agama. Al-Din berarti undang-undang atau hokum. Kata religi berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian kata agama berasal dari kata a ­= tidak, gam = pergi mengandung arti tidak pergi, atau diwarisi turun temurun. (Lihat: Ibid.., h. 12)
[3] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 1244
[4] _____, Definisi Sains, http://sains4kidz.wordpress.com/2009/07/19/definisi-sains/ diakses tanggal 6 Januari 2012, pukul 21:20.
[6] Copernicus hidup dari 1473 hingga 1543. Ia wafat sebagai astronom yang tidak populer dan bekerja di pedalaman sebelah utara Polandia. Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun di saat senggangnya untuk mengembangkan teorinya yang belakangan dikutuk Gereja Katolik Roma karena dianggap menggeser status Bumi dan kehidupan manusianya sebagai pusat tata surya. Teorinya tersebut ditemukan melalui model yang didasarkan pada perhitungan matematika yang rumit. Ia pun belum bisa melakukan pengamatan langsung ke langit karena belum ditemukan teleskop di zamannya. (Lihat: _____, Copernicus dimakamkan ulang sebagai pahlawan 31 Mei 2010 14:16, diakses tgl, 6 januari 2012 Pukul 22:15 WIB)
[7] Galileo Galilei (15 Februari 1564 – 8 Januari 1642) adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah. Ia diajukan ke pengadilan gereja Italia pada 22 Juni 1633. (Lihat: _____, Galileo Gailei, http://teguhsasmitosdp1.wordpress.com/txt/e/g/fisikawan-dunia/galileo-galilei/ diakses pada tgl, 6 Jnuari 2012 pukul 22: 05 WIB).
[8] Penerjemahan ini di prakarsai oleh pemerintah bani Abasiyah. Khalifah kedua, al-Mansur merupakan teman seorang tokoh Mu’tazilah (aliran teologi yang rasionalis) Amr bin Ubaid. al-Mansurlah yang memerintahkan penerjemahan tersebut Karena ia adalah Khalifah yang cinta terhada Ilmu pengetahuan. (Lihat: M Saeed Shaikh, Studies in Muslim Philosophi, (Delhi: Shah Offset Printer, 1994), h. 5)
[9] Teguh, Pengantar Filsafat Umum, (Surabaya: Elkaf, 2005), h. 64
[10] Kelompok ini merupakan kelompok yang mendorong majunya filsafat Yunani di Eropa. Pada masa itu buku-buku Yunani tidak adalagi dalam bahasa aslinya, yang ada dalam bahasa Arab yang sudah dibubuhi oleh para pemikir Islam. sehingga Frank Thilly mengatakan bahwa tanpa pemeliharaan dan ulasan dari para filosof Muslim tentang filsafat Aristoteles dan Neoplatonisme, niscaya barat tidak akan mengenal filsafat-filsafat itu dengan sempurna. (Lihat: Teguh, Pengantar Filsafat Umum,,, ibid, h. 64)
[11] Ibid, h. 66
[12] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum Dari mitologi Sampai Teofilosofi, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), h. 247
[13] Ibid, h. 265
[14] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Agama, (Bandung: Mizan, 2004), h. 161
[15] Ibid, h. 53
[16] M. Qurays Shihab, “Kata Pengantar I”, dalam buku, Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh, (Jakarta: Paramadina, 2002), h. xiv
[17]Dikutip dari artikel yang berjudul Penciptaan Menurut Alkitab karya Randall W. Younker yang diakses pada 10 Desember 2012 dari http://dianweb.org/Doktrin/PENCIPTAAN.HTM,
[18]Yusuf Qardhawi, al-Din fi Ashr al-Ilm (Yaman, Dar al-Furqan, 1996) h. 13.
[19]Ibid, h. 12.
[20]Imam Syafii, Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam Al-Quran (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 99.
[21]Dikutip dari karya Harun Yahya, Keruntuhan Teori Evolusi, (dipublish oleh Harun Yahya Internasional, 2004), h. 4-5, yang diakses dari www.harunyahya.com/indo.
[22]Mustofa, Filsafat Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), h. 110

Tidak ada komentar:

Posting Komentar