BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang
Agama merupakan suatu fenomena yang
telah muncul sejak lama dan tidak akan pernah berahir. Hal itu karena agama
memiliki kekuatan yang hebat. Kekuatan ini terletak pada keiman masing-masing
pemeluknya. Selama orang masih lemah maka manusia akan membutuhkan sesuatu yang
sempurna sebagai penolong atas kelemahannya. Sesuatu yang sempurna tersebut
adalah Tuhan. Selama manusia percaya adanya Tuhan maka Agama akan tetap eksis.
Dengan demikian agama adalah fenomena abadi.
Pada akhir-akhir ini eksistensi
agama (agama dahulu) seolah mendapatkan rivalnya. Manusia yang dulu bersifat
teosentris sekarang mulai berubah menjadi antroposentris. Perubahan sentries
pemikiran ini memunculkan warna baru dalam ranah kehidupan. Saat ini kemajuan
ilmu pengetahuan (sains) begitu semarak muncul di berbagai belahan dunia. Fenomena
ini seolh memunculkan agama baru yaitu agama Sains.
Hubungan agama dan ilmu pengetahuan
selanjutnya menuai banyak pandangan. Ada yang mengatakan agama berbeda dengan
pengetahuan bahkan bertolak belakang. Ada yang mengatakan agama sejalan dengan
pengetahuan karena sebenarnya baik ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan non
agama besumbar pada satu muara yaitu Tuhan. Permasalahan-permasalahan tersebut
adalah permasalahan yang muncul pada hubungan agama dan Ilmu pengetahuan, dan
akan kami bahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
definisi agama dan ilmu pngetahuan (sain) ?
2.
Bagaimana
hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama sepanjag sejarah ?
3.
Bagaimana
Ilmu pengetahuan menurut Agamawan ?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui
definisi agama dan Ilmu pengetahuan (sain).
2.
Memahami
sejarah hubungan ilmu pengetahuan dan agama.
3.
Memahami
Ilmu pengetahuan dalam perspektif Agamawan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Agama dan Ilmu Pengetahuan
1.
Definisi
agama
Sebagaimana pernyataan Harun Nasution yang dikutip oleh Jalaludin
dalam Psikologi Agamanya, bawasannya agama adalah:
a.
Pengakuan
terhadap adanya hubungan gaib yang harus dipatuhi
b.
Pengakuan
terhadap kekuatan gaib yang menguasai manusia.
c.
Mengikat
diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang
beradan diluar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
d.
Kepercayaan
pada suatu kekuatan gaib yang menumbulkan cara hidup tertentu.
e.
Suatu
sistem tingkah laku (code of conduct), yang berasal dari sesuatu
kekuatan gaib.
f.
Pengakuan
terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini berasal dari sumber suatu
kekuatan gaib.
g.
Pemujaan
terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut
terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
h.
Ajaran-ajaran
yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.[1]
Lebih lanjut,
Nasution memandang intisari dari arti agama[2]
adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dpatuhi
manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari
manusia sebagi kekuatan gaib yang tidak dapat diungkap dengan pancaindra, namun
mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.
2.
Definisi
Ilmu pengetahuan (Sains)
Dalam pembahasan ini kami menyamakan istilah ilmu pengetahuan
dengan Sains. Dari akar bahasanya Kata sains berasal dari bahasa latin ”
scientia ” yang berarti pengetahuan. Meenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
ada tiga pengertian sains yaitu:
a.
Ilmu pengetahuan pada umumnya
b.
Pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya, botani, fisika, kimia,
geologi, zoologi, dsb (ilmu pengetahuan alam)
c.
pengetahuan sistematis yg diperoleh dr sesuatu
observasi, penelitian, dan uji coba yg mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yg
sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.[3]
Sains dengan
definisi diatas seringkali disebut dengan sains murni, untuk membedakannya
dengan sains terapan, yang merupakan aplikasi sains yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
ilmu sains
biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu : [4]
a. Natural sains
atau Ilmu pengetahuan Alam, Contohnya Biologi, Kimia, Fisika, dan sebagainya.
b. Sosial sains
atau ilmu pengetahuan sosial, Contohnya, Sosiologi, antropologi, Politik, dan
sebagainya.
B.
Sejarah hubungan ilmu pengetahuan dan agama
Untuk melihat hubungan antara agama dan Ilmu pengetahuan secara
kronologis dapat dilihat dari hubungan agama dengan filsafat. Dengan fase
dimulai dari Yunani Kuno, zaman Gereja, Zaman Islam, zaman kebangkitan Barat
(reneisance), dan zaman kemajuan ilmu pengetahuan (Sains).
1.
Zaman
Yunani Kuno
Di masa sekarang ini nampaknya sudah jelas perbedaan antara agama
dan ilmu pengetahuan. Pada masa dahulu saat agama masih menjadi pusat
satu-satunya dari pengetahuan akan sangat susah sekali membedakan antara ilmu
dan agama. Pada zaman Yunani kuno di mana seakan dewa-dewa masih berjalan-jalan
di bumi, Upacara-upacara masih dilakukan untuk para dewa-dewa kuno tersebut, Ketika
terjadi bencana mereka menisbatkannya
pada dewa tertentu. Jika ada kebaikan maka mereka juga menisbatkannya pada dewa
yang lain. Misalnya kekalahan atau kemenangan perang pada Ares, petir dan badai
pada Zeus, ombak besar dan badai lautan pada Posseidon.[5]
Dalam kondisi pola pemikiran yang seperti itu, ilmu pengetahuan
sulit berkembang. Hal ini karena setiap kali memunculkan sesuatu yang baru dan
tidak sesuai dengan tradisi yang ada akan dicap kafir oleh masyarakat. Sehingga
tidak jarang ada hukuman mati yang dijatuhkan kepada para filosof misalnya pada
Anaxagoras, Sokrates dan sebagainya.
Meskipun para Ilmuwan (yang dulu juga filosof) ditentang oleh
orang-orang penjaga keimanan Agama, mereka tetap gigih dalam mendayagunakan
pikirannya untuk mengungkap rahasia-rahasia yang ada pada Alam. Disini ilmu
pengetahuan semakin menguat seiring dengan menguatnya tradisi berfilsafat.
kelompok filosof juga mendapatkan pengikut yang banyak. Alexander the Great
seorang raja yang pernah menguasai dunia merupakan Murid dari filosof besar
Aristoteles.
Dari
situ Ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat. Meskipun demikian tidak berarti
agama kalah dengan ilmu pengetahuan. Karena kebanyakan filosof masih percaya
dengan Tuhan hanya saja mereka menamakan dengan dengan istilah mereka
masing-masing seperti Plato yang menyebut Tuhan dengan….. Aristoteles mmenyabut
dengan Unmoved mover (penggerak yang tak brgerak).
2.
Zaman
Gereja
Pada perkembangan
selanjutnya tradisi filsafat yang menumbuhakan ilmu Sains tampak matisuri
diatas ranjang agama gereja. Pemusatan pemikiran yang dulu terfokus pada cosmos
sekarang berbelok pada ranah teologi dan tunduk pada teks bible. Sehingga tragedy
yang terjadi pada zaman Yunani klasik terulang kembali. Para ilmuwan yang
berfikir bebas menemukan sesuatu yang berbeda denga doktrin gereja langsung
dicap heresy, kafir dan dihukum mati. Misalnya seperti apa yang terjadi
pada Copernicus (1473 -1543)[6]
dan Galileo Galilei (1564-1642)[7].
3.
Zaman
Islam
Sementara itu di dunia Timur sekitar abad 8 dengan semangat ke-Islamannya
di lakukan penerjemehan yang besar-besaran terhadap karya-karya Yunani.[8]
Dengan penerjemahan ini, para ilmuwan Muslim menemukan tradisi baru dalam
menemukan pengetahuan. Sebelumnya tadisi yang digunakan para Ulama Muslim
adalah tradisi bayani (tradisi berfikir secara dedugtif). Sedangkan setelah
mengenal filsafat Yunan para ulama mengenal tradisi berfikir secara Burhani
(berfikir mendalam/Induktif). Dari bertemunya dua tradisi berfikir tersebut
para Ulama Muslim menemukan resep baru dalam perkembangan filsafat yang mereka
gali sendiri dari filsafat kuno dan dari rahasia-rahasia al-Qur’an.[9]
diantara tokoh-tokohnya adalah, al-Kindi, Ibnu Sina, al-Ghazali, ibnu Rusyd, al-Khawarijmi, dan sebagainya.
Hubungan baik antara ilmu pengetahuan dan Agama yang terjadi di
Islam tidaklah terus berkembang seiring zaman. Mulai abad 14 M semangat
keilmuan Islam runtuh. Hal ini disebabkan banyak factor salah satunya adalah
munculnya pengharaman terhadap filsafat. Ilmu pengetahuan yang lekat dengan
tradisi filsafat dengan otomatis tidak berkembang. Pada masa itu pembelajaran
tentang keagamaan lebih ditekankan dari pada keilmuan lain. Selain itu,
pengaruh sufisme yang keterlaluan membuat umat Islam memandang kehidupan dunia
tidak penting yang lebih penting adalah akhirat. Sehingga konsentrasi ubudiyah
lebih ditekankan dari pada konsentrasi membangun ilmu pengetahuan yang pada
akhirnya akan membawa kemajuan Islam itu sendiri.
4.
Zaman
reneisance Barat
Ketika Islam (timur) terninabobokan oleh pengaruh filsafat
neoplatonisme (sufisme). Barat malah gencar melakukan kajian filsafat. Pada
abad ke-13 dalam lingkungan katolik munculah orang-orang ordo. Mereka adalah
sekelompok orang yang kompul dalam sau biara. Dalam biara itu diselenggarakan
kajian ilmu dan filsafat, malahan yang tujuannya ada yang khusus mengabdi pada
ilmu.[10]
Pada masa itu juga dilakukan penerjemahan. Karya dua tokoh besar
Islam yaitu al-Ghazali dan Ibnu Rusyd menjadi sorotan utama mereka. Dikalangan
mereka ada yang memilih jalan al-Gazali yang menolak filsaat Aristoteles
(artinya lebih kepada neoplatonik). Sedangkan yang lebih banyak dari mereka
memilih jalan Ibnu Rusyd yang banyak beriman kepada Aristoteles (lebih membawa
filsafat kepada ilmu pengetahuan).[11]
Pada abad 15, Barat mulai kuat memproklamasikan kebangkitannya. Zaman
ini sering disebut dengan zaman Reneisance (kebangkitan). Kebangkitan tersebut
ditandai dengan adanya upaya-upaya pngembalian tradisi berfikir bebas
sebagaimana zaman Yunani Kuno. Proses kebangkitan tersebut terus berlanjut
sampai muncul paham filsafat Rasionalisme dan empirisme pada abad 17.
Rasionalisme merupakan paham filsafat yang menyatakan bahwa akal adalah aat
terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut kaum rasionalis suatu
pengetahuan diperoeh melalui cara berpikir.[12]
Sedangkan Empirisme adalah salah satu aliran (faham) filsafat yang mnekankan
peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri,
dan mengecilkan peranan akal.[13]
Munculnya dua aliran filsafat ini sangat mempengaruhi hubungan
agama dengan Ilmu pengetahuan. Teks Agama (kitab suci) yang dulu merupakan
legitimasi wajib bagi setiap ilmu sekarang mulai memudar. Aliran Rasionalisme
menetapkan bahwa sesuatu dianggap benar jika sudah tidak bisa diragukan lagi. Artinya
sesuatu tersebut harus jelas menurut akal dan terperinci/ terbeda-bedakan.
Sedangkan menurut pandangan kaum empiris sesuatu dianggap benar jika
benar-benar nyata dan sesuai dengan realitas. Bahkan kelompok empirisme yang
ekstrim samapai berkesimpulan bahwa Tuhan itu tidak ada. Karena dalam realtas indrawi
Tuhan tidak bisa dibuktikan. Dari situlah ilmu pengetahuan menjauh bahkan
terlepas dari agama.
5.
Zaman
Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Hingga kini Barat memisahkan agama dengan Ilmu pengetahuan. Bagi
mereka Agama biarlah menjadi sesuatu yang privat bagi setiap individu. Bahkan
agama diharamkan memasuki ranah-ranah public (sekularisasi). Pada masa ini
muncullah ilmuwan dan filosof yang terang-terangan menolak agama. Tokoh-tokoh
tersebut diantaranya Carles Darwin dengan keyakinan evolusinya, Karl marx
dengan filsafat meterialsmenya, Agust Comte dengan positivismenya, dari segi
psikolog Sigmund Freud, dan masih banyak yang lainnya.
Adanya sekularisasi di Barat khususnya Eropa semakin membawa agama
kepinggiran. Sebagaimana yang di kutib Jalaludin Rahmat dari Gallup Poll
melaporkan bahwa lulusan perguruan tinggi menganggap agama kurang penting
dibandingkan dengan orang yang tidak masuk perguruan tinggi. Jalaludin juga
mengutip pernyataan Hallami yang mengatakan bahwa pada survey yang lebih
belakangan 30% diantara dosen menyatakan tidak menganut agama apapun disbanding
5% dari seluruh penduduk.[14]
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi intelektua orang Eropa semakin kuat
penolakannya terhadap agama.
Dikalangan ilmuwan barat juga masih ada yang tetap mempertahankan
Agama. Salah satunya adalah Ilmuwan fenomenal dunia abad 20 Abert Einstein. Ia
memercayai bahwa Tuhan bukanlah modus berpikr teologis melainkan iman yang menjadi pedoman hidupnya.
Keimanannya pada Tuhan sangat mendasari pemikiran ilmiyahnya, dan ada saat yang
sama, pandangan agamanya sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmiyahnya. Einstein
terkenal dengan pernyataannya “Ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa
ilmu pengetahuan buta”.[15]
Di Timur (Islam) pengaruh sekularisasi Barat juga memasuki
pemikiran para intelektualnya. Mereka yang mengidamkan kemajuan Ilmu
Pengetahuan Barat menyarankan agar Timur juga melakukan sekularisasi. Meskipun
demikian pemikiran intelektual yang berpegang teguh pada agama masih kuat
menolak gagasan itu. Dikalangan Islam pada
abad 19 muncul para tokoh pembaharu. Salah satunya adalah Muhammad Abduh yang
mengumandangkan bahwa Ilmu Pengetahuan dengan Iman (al-Qur’an) tidak mungkn
bertentangan.[16]
Abduh juga berpandangan bahwa Barat bisa menemukan kemajuannya karena melepaskan
Agama sebaliknnya Islam bisa menemukan kejayaannya dengan berpegang teguh pada
Agama.
Kelompok Islam yang mengembangkan Ilmu Pengetahuan ini kebanyakan
adalah kelompok Islam Rasionalis. Satu bukti nyata pada saat in adalah kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi di Iran. Di Iran ada kelompok Si’ah yang
meneruskan tradisi berfikir rasional Mu’tazilah. Taradisi berfikir seperti ini
yang menjadi salah satu factor kemajuan ilmu pengetahuannya. Iran merupakan
satu-satunya Negara Islam yang siap menandingi kemajuan peradaban Barat.
C. Sains dalam perspektif agama
Sains sebagaimana dalam definisi
terminology memiliki cakupan sangat luas selalu berkembang dari masa ke masa.
Bahkan agama-agama besar dunia juga mengintegrasikan sain dalam kitab sucinya.
Integrasi ini dapat diwujudkan berupa dorongan, gambaran sederhana dan bahkan
pembacaan kejadian yang akan terjadi pada sain di masa depan. Namun di sisi
lain ternyata perkembangan sain justru menjadi lawan agama, karena apa yang
dioktrinkan sain cenderung atheis. Berikut ini tinjauan sain dalam lembaran
suci agama.
1. Sains
dalam perspektif Bible
Salah
satu topik yang hangat diperdebatkan pada zaman modern ini ialah pertanyaan
bagaimana kehidupan ada di atas dunia ini. Ada dua pilihan dasar: pertama,
melalui proses evolusi yang lambat, kedua alamiah atau melalui perintah
Penciptaan versi Alkitab. Namun apa yang disimpulkan dari ilmu pengetahuan
tentang teori evolusi modern telah membuat pernyatan penciptaan versi Alkitab
semakin tidak populer dan terkesan usang.
Diungkapkan dalam Bibel pada Surat
Kejadian, pasal 1 ayat 1 “Pada mulanya, waktu Allah mulai menciptakan
alam semesta”, dan 2 bahwa:”Bumi belum berbentuk,
dan masih kacau-balau. Samudra yang bergelora, yang menutupi segala sesuatu,
diliputi oleh gelap gulita, tetapi kuasa Allah bergerak di atas permukaan air”. Dari redaksi Bibel ini dapat disimpulkan
bahwa Kristen juga mengatakan bahwa Allah adalah sebagai pencipta. Alam ada
bukan karena proses evolusi secara alamiyah namun digerakkan oleh Allah sebagai
penciptanya.
Ellen
White dengan jelas menyangkal bahwa binatang yang ditemukan tertanam dalam
fosil menyatakan keberadaan kehidupan binatang jutaan tahun lamanya sebelum
pekan penciptaan sebagaimana yang terdapat dalam Alkitab. Sebaliknya, asal mula
dari bangkai atau sisa-sisa binatang-binatang ini harus dimengerti sebagai
akibat dari Air Bah sebagaimana yang diceritakan dalam Alkitab. Bangkai
manusia, binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan dalam tanah, yang adalah fosil,
"dianggap sebagai suatu bukti keberadaan atau eksistensi kehidupan
tumbuh-tumbuhan dan binatang sebelum masa tulisan-tulisan Musa. Tetapi
mengenai hal-hal ini sejarah Alkitab menyediakan keterangan yang cukup banyak.
Pada waktu air bah, permukaan bumi telah rusak dan terjadi perubahan-perubahan
yang nyata, dan dalam pembentukan kembali kulit bumi telah menyimpan banyak
bukti-bukti kehidupan yang ada sebelum air bah itu."[17]
2. Sains
dalam perspektif al-Quran
Al-Quran yang diyakini dan diklaim
sebagai sumber hukum tertinggi oleh umat Islam memiliki bermacam-macam isi dan
kandungan. Di dalamnya diuraikan secara global tentang tuntunan syariah,
sejarah bahkan sain, meskipun secara usia al-Quran telah diwahyukan 14 abad
silam. Banyak disebutkan dalam al-Quran dorongan untuk memaksimalkan peran
akal, bahkan melakukan rasionalisasi (tafakkur dan tadabbur) kepada ciptaan
Tuhan yang tampak oleh indera (ayat-ayat kauniyyah).[18]
Karena adanya dorongan untuk berfikir secara rasional inilah yang pada tahapan selanjutnya akan berkembang
dengan menemukan hal-hal yang baru yang lebih modern dari pada penemuan
sebelumnya. Apresiasi dan pengakuan ini tidak hanya diungkapkan oleh pakar
Islam saja bahkan oleh orang yang bernota bene sebagai penganut faham Marxisme
bernama Maksim Rodenson. Ia mengungkapkan dalam karyanya yang berjudul Islam
dan Kapitalisme (al-islam wa al-ra’samaliyyah) bahwa meskipun al-Quran
merupakan kitab yang disakralkan namun nilai rasionalitasnya menempati posisi
tertinggi bila dibandingkan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Bibel).[19]
Hal ini terbukti bahwa di dalam al-Quran dalam mengungkapkan sesuatu biasanya
dengan menggunakan metode dialektika atau tanya jawab, selain itu al-Quran
terkadang langsung mendeskripsikan keterangan secara langsung. Sehingga dari
metode inilah rasionalitas akan suatu hal akan dapat dicapai. Maka dapat
disimpulkan bahwa al-Quran merupakan kitab yang
sangat teoritis-empiris dalam mengungkapkan ayat-ayat ciptaan-Nya
terutama ayat-ayat yang empiris.
Bukti dari pernyataab di atas adalah
deskripsi tentang proses penciptaan yang mengkerucut pada proses reproduksi
yang dapat diterima akal sehat. Proses penciptaan manusia sebagaimana diungkapkan dalam QS.
al-Thariq ayat 5-7. Dalam ayat tersebut disebutkan tentang proses awal
penciptaan manusia, melalui pancaran sperma kemudian bertemu dengan ovum (sel
telur) akhirnya terjadilah pembuahan.[20]
Keterangan ini sesuai dengan teori ilmu biologi yang mengatakan bahwa makhluk
berasal dari sesuatu yang hidup atau yang lazim disebut sebagai teori
biogenesis. Selain dalam surat tersebut masih ada lagi surat lain yang
menyebutkan keterangan tentang penciptaan makhluk, khususnya manusia.
Kita semuanya tentunya tidak asing
dengan teori yang mengungkapkan bahwa manusia merupakan bagian dari salah satu
hewan yang ada di dunia ini. Atau dengan kata lain teori ini mengatakan bahwa
penciptaan sebagai salah satu pekerjaan Tuhan itu tidak ada. Pada tataran lebih
tinggi mereka akan dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan tidak ada atau
berideologi atheis. Anggapan ini muncul karena mereka mengira bahwa adanya satu
makhluk tertentu merupakan hasil dan sebuah
konsekwensi dari hukum alam yang berjalan secara alami.
Namun teori tersebut dipatahkan
sebagaimana diungkapkan dalam karya Harun Yahya dengan analogi yang sangat
sederhana. Jika ilmuwan yang sama melewati sebuah jalan datar, dan menemukan
tiga buah batu bata bertumpuk rapi, tentunya ia tidak akan pernah menganggap
bahwa ketiga batu bata tersebut terbentuk secara kebetulan dan selanjutnya
menyusun diri menjadi tumpukan, juga secara kebetulan. Sudah pasti, siapa pun
yang membuat pernyataan seperti itu akan dianggap tidak waras. Lalu, bagaimana
mungkin mereka yang mampu menilai peristiwa-peristiwa biasa secara rasional,
dapat bersikap begitu tidak masuk akal ketika memikirkan keberadaan diri mereka
sendiri? Sikap seperti ini tidak mungkin diambil atas nama ilmu pengetahuan.
Dalam ilmu pengetahuan, jika terdapat
dua alternatif dengan kemungkinan yang sama mengenai suatu masalah, kita
diharuskan mempertimbangkan keduanya. Dan jika kemungkinan salah satu
alternatif tersebut jauh lebih kecil, misalnya hanya 1 %, maka tindakan yang
rasional dan ilmiah adalah mengambil alternatif lainnya, yang memiliki
kemungkinan 99 %, sebagai pilihan yang benar. Mari kita teruskan dengan
berpegang pada pedoman ilmiah ini. Terdapat dua pandangan yang dapat
dikemukakan tentang bagaimana makhluk hidup muncul di muka bumi. Pandangan
pertama menyatakan bahwa semua makhluk hidup diciptakan oleh Allah dalam
tatanan yang rumit seperti sekarang ini. Sedangkan pandangan kedua menyatakan
bahwa kehidupan terbentuk oleh kebetulankebetulan acak dan di luar kesengajaan.
Pandangan terakhir ini adalah pernyataan teori evolusi. Jika kita mengacu
kepada data-data ilmiah, misalnya di bidang biologi molekuler, jangankan satu
sel hidup, salah satu dari jutaan protein di dalam sel tersebut sangat tidak
mungkin muncul secara kebetulan. Jadi pandangan evolusionis tentang kemunculan
makhluk hidup memiliki probabilitas nol untuk diterima sebagai kebenaran.
Artinya, pandangan pertama memiliki
kemungkinan “100 %” sebagai suatu kebenaran. Jadi, kehidupan telah dimunculkan
dengan sengaja, atau dengan kata lain, kehidupan itu "diciptakan".
Semua makhluk hidup telah muncul atas kehendak Sang Pencipta yang memiliki
kekuatan, kebijaksanaan dan ilmu yang tak tertandingi. Kenyataan ini bukan
sekadar masalah keyakinan; ini adalah kesimpulan yang sudah semestinya dicapai
melalui kearifan, logika dan ilmu pengetahuan. Dengan begitu, sudah seharusnya
ilmuwan "evolusionis" menarik pernyataan mereka dan menerima fakta
yang jelas dan telah terbukti. Dengan bersikap sebaliknya, ia telah
mengorbankan ilmu pengetahuan demi filsafat, ideologi dan dogma yang
diikutinya, dan tidak menjadi seorang ilmuwan sejati. Kemarahan, sikap keras
kepala dan prasangka “ilmuwan” ini semakin bertambah setiap kali ia berhadapan
dengan kenyataan. Sikapnya dapat dijelaskan dengan satu kata: ”keyakinan”.
Tetapi keyakinan tersebut adalah keyakinan takhayul yang buta, karena hanya
itulah penjelasan bagi ketidakpeduliannya terhadap fakta-fakta atau kesetiaan
seumur hidup kepada skenario tak masuk akal yang ia susun dalam khayalannya
sendiri.[21]
Selain apa yang diungkapkan di atas
sanggahan juga datang dari filsuf berkebangsaan Arab yaitu al-Kindi. Al-Kindi
mengungkapkan bahwa tidak mungkin keanekaan alam wujud ini tanpa ada kesatuan,
demikian pula sebaliknya tidak mungkin ada kesatuan tanpa keanekaan alam
indrawi atau yang dapat dipandang sebagai indrawi.
Karena dalam wujud semuanya mempunyai
persamaan keanekaan (keserbaragaman) dan kesatuan (keseragaman), maka sudah
pasti hal ini terjadi karena ada sebab, bukan karena kebetulan; dan sebab ini
bukan alam wujud yang mempunyai persamaan dan keserbaragaman dan keseragaman
itu sendiri. Jika tidak demikian akan terjadi hubungan sebab akibat yang tidak
berkesudahan, dan hal ini tidak mungkin terjadi. Oleh karenanya, Sebab itu
adalah diluar wujud itu sendiri, eksistensinya lebih tinggi, lebih mulia, dan
lebih dulu adanya. Sebab ini tidak lain adalah Tuhan. Mengenai dalil
“keteraturan alam” wujud sebagai bukti adanya Tuhan, Al-Kindi mengatakan bahwa
keteraturan alam indrawi tidak mungkin terjadi kecuali dengan adanya Zat yang
tidak terlihat, dan Zat yang tidak terlihat itu tidak mungkin diketahui adanya
kecuali dengan adanya keteraturan dan bekas-bekas yang menunjukkan ada-Nya yang
terdapat dalam alam ini. Argument demikian ini disebut argument teleologik yang
pernah juga digunakan Aristoteles, tetapi juga bisa diperoleh dari ayat-ayat
Al-Qur’an.Tentang sifat-sifat tuhan, Al-Kindi berpendirian seperti golongan
Mu’tazilah yang menonjolkan ke-Esa-an sebagai satu-satunya sifat Tuhan.[22]
Selain dalam al-Quran, Rasul Muhammad
SAW juga melakukan lompatan-lompatan yang rasional sehingga mencetuskan ilmu
dan meted yang baru. Misalnya saat pengembangan kota Madinah Rasul SAW
memerintahkan untuk melakukan sensus jumlah warga yang telah masuk Islam. Apa
yang dilakukan Rasul SAW ini bertujuan untuk mendapatkan data yang akurat yang
kini kita kenal dengan ilmu statistika. Selain itu Islam tidak pernah melarang
umatnya untuk melakukan inivasi bahkan memunculkan penemuan dan teknologi baru.
Contoh sederhana usulan Salman al-Farisi yang berinisiatif membuat parit
mengelilingi Madinah. Apa yang diusulkan Salman ini adalah hal yang pernah
diterapkan di negaranya Persia (Iran).
Dari adanya dorongan untuk mengekplorasi
akal dan fikiran demi kemajuan peradaban masih segar dalam ingatan kita tentang
keberadaan firqah Mu’tazilah. Kelompok ini merupakan satu-satunya kelompok
dalam Islam yang mendudukkan akal pada posisi puncak. Bahkan mereka menta’wil
teks suci (al-Quran) bila memang bertentangan dengan akal dan rasio. Pemikiran
dan keberanian berfikir sebagaimana yang dimiliki kalangan Mu’tazilah ini
diwarisi oleh orang-orang Syiah di Iran pada pada saat ini. Hal ini terbukti
bahwa Iran mampu mengembangkan sains dan teknologi pada satu sisi dan tetap
berpegang teguh pada madzhab teologisnya (Syiah).
Sebagaimana
dilaporkan IRNA mengutip kantor berita Austria (APA), perusahaan Kanada,
Science Metrix semejak 30 tahun terakhir ini melakukan analisa terhadap
aktifitas para ilmuan dunia. Hasil dari analisa ini menyimpulkan bahwa prestasi
keilmuan Iran mengalami peningkatan signifikan dalam tempo paling singkat.
Laporan
penelitian ini juga menunjukkan bahwa saham para ilmuan dan peneliti Iran di
bidang riset kimia, kimia-nuklir, fisika, energi nuklir, dan lainnya selama
tiga dekade terakhir 250 kali lebih cepat dari rata-rata tingkat pertumbuhan
dunia. Laporan tersebut menambahkan, Iran merupakan kekuatan ekonomi terbesar
kedua di kalangan dunia Islam, memiliki 16 persen cadangan gas dunia, dan
eksportir minyak terbesar keempat.[23]
BAB III
PENUTUB
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bawasannya:
1.
Pada
hakikatnya pengertian agama menurut Harun Nasution adalah ikatan. Karena itu
agama mengandung arti ikatan yang harus dpatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud
berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagi kekuatan gaib yang
tidak dapat diungkap dengan pancaindra, namun mempunyai pengaruh besar sekali
terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Adapun pengertian Sain secara umum adalah
pengetahuan sistematis yg diperoleh dr sesuatu
observasi, penelitian, dan uji coba yg mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yg
sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.
2.
Sejarah
hubungan agama dan Ilmu pengetahuan sebenarnya hanya berbolak balik. Pada
awalnya orang-orang memandang Agama adalah sumber legislasi kebenaran ilmu yang
mutlak. Sehingga segala ilmu harus tunduk pada agama. Hal tersebut juga yang
terjadi pada sejarah ilmu dan Gereja. Sedangkan dikalangan Islam awalnya
menmandang ada hubungan yang selaras antara ilmu dan agama, akan tetapi
semenjak diharamkannya filsafat, Islam cenderung menjauhi Ilmu pengetahuan.
Saat ini, dimana Ilmu pengetahuan mengalami kejayaannya. Dikalangan Islam ada
usaha-usaha lagi menyelaraskan agama dengan ilmu. Sedangkan di kalangan Barat
cenderung memisahkan agama dari Ilmu pengetahuan.
3.
Sains dalam
posisi bagaimanapun merupakan sesuatu yang urgen. Sehingga agama memberikan
memotifasi kepada pemeluknya untuk selalu mencari dan memajukan sains. Di sisi
lain ternyata sains yang kian maju dan berkembang menjadi musuh dari agama. Hal
ini disebabkan karena sain yang telah maju cenderung menafikan keberadaan sang
Pencipta. Para saintis memilih untuk mengatakan sesuatu terjadi karena ada
sebabnya. Dalam Islam khusunya sebagaimana tersuratkan dalam al-Quran selalu
memotifasi pemeluknya untuk selalu menjadi orang yang menguasai sain dengan
tanpa meninggalkan doktrin murni agamanya. Dalam Bibel pun juga disarikan sain,
namun tidak selengkap al-Quran.
B.
Saran
Dengan
dituliskannya makalah ini kami berharap:
1.
Pembaca
membaca dan memahami materi yang disajikan
2.
Pembaca
berkenan mengkritik hal-hal yang dianggap kurang tepat.
3.
Pembaca
berkenan berdiskusi tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 2004
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. 2008
M Saeed Shaikh. Studies in Muslim
Philosophi. Delhi: Shah Offset Printer. 1994
Teguh. Pengantar Filsafat Umum. Surabaya:
Elkaf. 2005
Atang Abdul Hakim. Beni Ahmad
Saebani. Filsafat Umum Dari mitologi Sampai Teofilosofi. Bandung: CV
Pustaka Setia. 2008.
Jalaludin Rakhmat. Psikologi
Agama. Bandung: Mizan. 2004.
M. Qurays Shihab, “Kata Pengantar
I”, dalam buku, Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh. Jakarta:
Paramadina. 2002
Yusuf Qardhawi.
al-Din fi Ashr al-Ilm. Yaman: Dar al-Furqan. 1996
Imam Syafii. Konsep
Ilmu Pengetahuan Dalam Al-Quran. Yogyakarta: UII Press. 2000
Dikutip dari
karya Harun Yahya, Keruntuhan Teori Evolusi, (dipublish oleh Harun Yahya
Internasional, 2004), yang diakses dari www.harunyahya.com/indo.
Mustofa. Filsafat
Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia. 1997
http://www.almusthafa.org/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=48&Itemid=100,
diakses pada 9 Desember 2012, pukul. 19.00.
_____, Definisi
Sains, http://sains4kidz.wordpress.com/2009/07/19/definisi-sains/ diakses
tanggal 6 Januari 2012, pukul 21:20.
Ridwan Fendy, Problem
Batas-batas Sejarah agama dan Ilmu. http://www.filsafatilmu.com/artikel/informasi/problema-batas-batas-sejarah-agama-dan-ilmu
di akses pada tanggal 6 Januari 2012, Pukul 10;29.
_____, Copernicus
dimakamkan ulang sebagai pahlawan 31 Mei 2010 14:16, diakses tgl, 6 januari
2012 Pukul 22:15 WIB)
_____, Galileo
Gailei, http://teguhsasmitosdp1.wordpress.com/txt/e/g/fisikawan-dunia/galileo-galilei/ diakses
pada tgl, 6 Jnuari 2012 pukul 22: 05 WIB).
____, Penciptaan Menurut Alkitab karya Randall W.
Younker yang diakses pada 10 Desember 2012 dari http://dianweb.org/Doktrin/PENCIPTAAN.HTM,
[1] Jalaluddin, Psikologi
Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004).., h. 12
[2] Harun Nasuton
merunut pengertian agama dari asal kata, yaitu al-Din, religi dan agama.
Al-Din berarti undang-undang atau hokum. Kata religi berarti
mengumpulkan dan membaca. Kemudian kata agama berasal dari kata a = tidak,
gam = pergi mengandung arti tidak pergi, atau diwarisi turun temurun.
(Lihat: Ibid.., h. 12)
[3] Tim Penyusun, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 1244
[4] _____, Definisi
Sains, http://sains4kidz.wordpress.com/2009/07/19/definisi-sains/ diakses
tanggal 6 Januari 2012, pukul 21:20.
[5] Ridwan
Fendy, Problem Batas-batas Sejarah agama dan Ilmu. http://www.filsafatilmu.com/artikel/informasi/problema-batas-batas-sejarah-agama-dan-ilmu
di akses pada tanggal 6 Januari 2012, Pukul 10;29.
[6]
Copernicus hidup dari 1473 hingga 1543. Ia wafat sebagai astronom yang tidak
populer dan bekerja di pedalaman sebelah utara Polandia. Ia menghabiskan waktu
bertahun-tahun di saat senggangnya untuk mengembangkan teorinya yang belakangan
dikutuk Gereja Katolik Roma karena dianggap menggeser status Bumi dan kehidupan
manusianya sebagai pusat tata surya. Teorinya tersebut ditemukan melalui model
yang didasarkan pada perhitungan matematika yang rumit. Ia pun belum bisa
melakukan pengamatan langsung ke langit karena belum ditemukan teleskop di
zamannya. (Lihat: _____, Copernicus dimakamkan ulang sebagai pahlawan 31 Mei
2010 14:16, diakses tgl, 6 januari 2012 Pukul 22:15 WIB)
[7] Galileo
Galilei (15 Februari 1564 – 8 Januari 1642) adalah seorang astronom, filsuf, dan
fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah. Ia diajukan
ke pengadilan gereja Italia pada 22 Juni 1633. (Lihat: _____, Galileo
Gailei, http://teguhsasmitosdp1.wordpress.com/txt/e/g/fisikawan-dunia/galileo-galilei/ diakses
pada tgl, 6 Jnuari 2012 pukul 22: 05 WIB).
[8] Penerjemahan
ini di prakarsai oleh pemerintah bani Abasiyah. Khalifah kedua, al-Mansur
merupakan teman seorang tokoh Mu’tazilah (aliran teologi yang rasionalis) Amr
bin Ubaid. al-Mansurlah yang memerintahkan penerjemahan tersebut Karena ia
adalah Khalifah yang cinta terhada Ilmu pengetahuan. (Lihat: M Saeed Shaikh, Studies
in Muslim Philosophi, (Delhi: Shah Offset Printer, 1994), h. 5)
[9] Teguh, Pengantar
Filsafat Umum, (Surabaya: Elkaf, 2005), h. 64
[10] Kelompok ini
merupakan kelompok yang mendorong majunya filsafat Yunani di Eropa. Pada masa
itu buku-buku Yunani tidak adalagi dalam bahasa aslinya, yang ada dalam bahasa
Arab yang sudah dibubuhi oleh para pemikir Islam. sehingga Frank Thilly
mengatakan bahwa tanpa pemeliharaan dan ulasan dari para filosof Muslim tentang
filsafat Aristoteles dan Neoplatonisme, niscaya barat tidak akan mengenal filsafat-filsafat
itu dengan sempurna. (Lihat: Teguh, Pengantar Filsafat Umum,,, ibid, h.
64)
[11] Ibid, h.
66
[12] Atang Abdul
Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum Dari mitologi Sampai Teofilosofi, (Bandung:
CV Pustaka Setia, 2008), h. 247
[13] Ibid, h.
265
[14] Jalaludin
Rakhmat, Psikologi Agama, (Bandung: Mizan, 2004), h. 161
[15] Ibid, h.
53
[16] M. Qurays Shihab,
“Kata Pengantar I”, dalam buku, Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir
Muhammad Abduh, (Jakarta: Paramadina, 2002), h. xiv
[17]Dikutip dari
artikel yang berjudul Penciptaan Menurut Alkitab karya Randall W.
Younker yang diakses pada 10 Desember 2012 dari http://dianweb.org/Doktrin/PENCIPTAAN.HTM,
[18]Yusuf Qardhawi,
al-Din fi Ashr al-Ilm (Yaman, Dar al-Furqan, 1996) h. 13.
[20]Imam Syafii, Konsep
Ilmu Pengetahuan Dalam Al-Quran (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 99.
[21]Dikutip dari
karya Harun Yahya, Keruntuhan Teori Evolusi, (dipublish oleh Harun Yahya
Internasional, 2004), h. 4-5, yang diakses dari www.harunyahya.com/indo.
[22]Mustofa, Filsafat
Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), h. 110
[23]http://www.almusthafa.org/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=48&Itemid=100,
diakses pada 9 Desember 2012, pukul. 19.00.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar